Ketum MUI: Dunia Butuh Strategi Hadapi Kelompok Ekstrem
MAGELANG, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengatakan kelompok ekstrem di dunia ini menguat, tidak hanya kalangan Islam di Timur Tengah, tetapi juga di kalangan agama lain, Hindu di India, dan Buddha di Myanmar.
Oleh karena itu, menurut dia hal tersebut menjadi tantangan yang membutuhkan strategi antisipasi. Langkah yang bisa diambil, kata Din Syamsuddin, seperti memberdayakan kaum moderat untuk menampilkan watak agama.
"Hal ini fenomena dunia sekaligus menjadi tantangan dunia maka perlu dicari strategi tepat untuk mengatasi kelompok ekstrem tersebut, antara lain bagaimana memberdayakan kaum moderat jalan tengah yang mayoritas menjadi arus utama untuk menampilkan watak agama dan kita harus mulai melakukan membuka hubungan dengan mereka," kata Din Syamsuddin di pertemuan tingkat tinggi pemimpin Buddha dan Islam dari 15 negara di kompleks Candi Borobudur, Magelang, Jateng, Rabu (4/3).
Menurut dia, memang agak susah untuk dimulai karena yang terjadi perang dan masalahnya bukan hanya ketegangan potensi konflik antarumat beragama, tetapi intraumat beragama.
Din Syamsuddin kemudian menjelaskan, komitmen bersama antara pemimpin Buddha dan Islam pada pertemuan tingkat tinggi di Yogyakarta, sejak Selasa (3/3) hingga Rabu (4/3) yang tertuang dalam Pernyataan Yogyakarta. Menurut dia, dalam komitmen tersebut disebutkan adanya kesepakatan dan nilai bersama antara Islam dan Buddha, di antaranya membangun hubungan yang harmonis antarumat agama Buddha dan Islam untuk membangun perdamaian dan kemakmuran bersama.
Ketua Umum MUI itu melanjutkan dalam kesepakatan tersebut juga ditekankan nilai-nilai mendasar yang ada dalam teks-teks kitab suci Buddha dan Islam, antara lain, keragaman agama dan hidup berdampingan dengan damai, kasih sayang dan welas asih yang universal, keadilan yang universal, hidup harmoni dengan lingkungan, martabat dan kehormatan kemanusiaan, serta anti-kekerasan.
Din Syamsuddin berpandangan membangun kerja sama antar-umat Islam dan Buddha penting, karena saat ini banyak terjadi gejala konflik di antara keduanya. Tidak hanya di Timur Tengah, tetapi juga di Asia, seperti ekstremisme di Myanmar, Banglades, Sri Lanka, India, dan belahan dunia lainnya. Termasuk di Indonesia, kata Din, sempat terjadi beberapa ketegangan tidak hanya antar-umat beragama, tetapi juga intra-agama sendiri, seperti isu Syiah, Ahmadiyah, dan sebagainya.
Meski demikian, kata dia, Indonesia masih relatif rukun dan stabil jika melihat adanya dua ormas besar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, yang sejauh ini bisa saling berdampingan.
"Ini menggembirakan kita, tetapi sekaligus beban sehingga harus kita buktikan kepada dunia bahwa kita umat beragama bisa harmonis. Kita perlu strategi, antara lain dengan memperdayakan kaum moderat sebagai jalan tengah dan membuka komunikasi dengan kelompok-kelompok ekstrem. Peran negara juga diperlukan dalam hal ini," kata Din Syamsuddin. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...