Kim Il-Sung Dikenang Sebagai Pahlawan dan Diktator
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Korea Utara, Rabu (15/4), memperingati hari lahir bapak pendiri negara itu, Kim Il-Sung, dan pemimpin saat ini, Kim Jong-Un, memberikan penghormatan di makam kakeknya tersebut.
Sementara itu, kelompok pembela hak asasi manusia menyoroti catatan "mengerikan" hak asasi tinggalan Il-Sung.
Tepat pada tengah malam, Kim Jong-Un, yang didampingi para pemimpin militer, mengunjungi Istana Matahari Kumsusan di Pyongyang, kata kantor berita resmi Korea Utara KCNA.
Istana itu merupakan tempat jasad kakeknya yang dibalsem dimakamkan.
Jasad ayah Jong-Un, Kim Jong-Il, yang juga diawetkan sedemikian rupa, dimakamkan di gedung yang sama.
Jong-un menggantikan ayahnya sebagai pemimpin pada Desember 2011.
"Kim Jong-un, bersama-sama dengan para pengunjung lain, datang ke makam Kim Il-Sung dengan penuh penghormatan," kata KCNA.
Kim Il-Sung meninggal pada 1994 karena serangan jantung. Hari ulang tahunnya disebut sebagai Hari Matahari di Korea Utara dan dijadikan hari raya libur nasional.
Pada Selasa, kepala negara Korut, Kim Yong-Nam, memuji-muji masa hidup dan peninggalan Il-Sung yang "tiada tara". Pujian itu disampaikan Yong-Nam pada pertemuan para perwira tinggi dan pejabat partai di Stadion Dalam Ruangan Pyongyang.
Pidatonya itu termasuk sebuah karangan ringkas, yang merinci kebangkitan Kim dari sosok gerilyawan anti-Jepang yang tak mengenal rasa takut menjadi pendiri bangsa dan "pemenang" atas "imperialis Amerika Serikat" dalam Perang Korea 1950-1953.
Pemantau hak-hak asasi yang berkedudukan di New York, Human Rights Watch (HRW), mengeluarkan cerita berlawanan.
Cerita itu menggambarkan Kim sebagai seorang diktator brutal, yang "telah menghancurkan" kebebasan pribadi dan menciptakan sebuah negara buruk, yang kemudian menjadi salah satu negara dengan praktik hak asasi manusia terburuk di dunia.
"Sementara perayaan berlangsung di Pyongyang, dunia mengingat peninggalan Kim Il-Sung terkait (praktik) hak-hak asasi manusia yang benar-benar mengerikan," kata wakil direktur Asia-HRW Phil Robertson dalam sebuah pernyataan.
"Kim Il-Sung mendasarkan aturannya pada pelanggaran hak-hak secara kejam, penindasan terhadap suara independen serta kontrol ekonomi dan sosial yang mengarah pada kemiskinan parah dan akhirnya pada kelaparan yang meluas," kata Robertson.
"Cucunya, Kim Jong-Un, meneruskan kebijakan-kebijakan yang melanggar hak-hak itu, dan harus dipanggil menghadap Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) untuk menjelaskan semua kejahatan tersebut," tambahnya.
Sebuah laporan komisi penyelidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dikeluarkan pada Februari tahun lalu memasukkan catatan bahwa Korea Utara melakukan pelanggaran hak-hak asasi manusia, yang bertentangan dengan norma dunia baru.
Laporan tersebut menjadi dasar disahkannya sebuah resolusi oleh Majelis Umum PBB pada Desember, yang berisi desakan terhadap Dewan Keamanan PBB untuk mempertimbangkan menyerahkan Pyongyang ke ICC. (AFP)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...