Kita Garam dan Terang Dunia
"Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dia sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
Kita Garam Dunia
Kita punya fungsi dalam hidup ini terhadap keluarga, tetangga, Gereja, Nusa dan Bangsa. Mestinya, seperti garam, kehadiran kita dibutuhkan Kehadiran kita berdampak. Yaitu memberi rasa.
Kehadiran kita mengubah suasana. Mestinya berpengaruh menahan pembusukan dalam arti kata, memberi teladan kesalehan.
Misal, jangan sampai bernama Debora tahu-tahu jadi muncikari. Atau nama Elizabet, tapi melacurkan diri, dan lain-lain. Atau bernama Lukas, masuk kafe, makan, minum, mabuk. Saat di kounter pembayaran marah tidak mau membayar, malah memukul atau melukai petugas, dan lain-lain.
Sebagai pelajar atau mahasiswa malas, ugal-ugalan, ngebut, corat-coret dinding, melawan otoritas. Mereka ini garam yang sudah kehilangan rasa asinnya. Tidak ada jalan lain kecuali bertobat.
Bagaimana seharusnya kita berbuat? Kita harus melawan segala bentuk amoralitas dan berbagai bentuk kecurangan dimana saja.
Contoh sederhana: bekerja dengan tangan, berjualan, menjadi tukang, dan lainnya. Atau, menjadi pelayan publik dan lain-lain. Itu semua dilakukan dengan benar, rajin, dan tekun.
Di Gereja pun kita perlu saling menggarami. Gereja yang menjadi suam, yang memadamkan kuasa Roh Kudus, dan tidak taat melawan suasana yang kini meliputi dunia, akan Allah muntahkan. Ngeri sekali kalau kita sampai dimuntahkan dan diinjak-injak orang. Ini berarti, orang percaya yang suam, dan keluarga mereka akan dihancurkan oleh nilai-nilai masyarakat yang tidak ber-Tuhankan Yesus.
Kita Terang Dunia
Sebagai orang percaya yang hidup dalam kebenaran, kita menyinarkan kebenaran Ilahi itu dalam kosmos sistem kehidupan sosial manusia. Dalam bahasa Gerika atau Yunani adalah luchnos yang artinya lampu minyak.
Jadi kita hanya bisa menjadi pribadi yang membawa terang ilahi selama dipenuhi Roh Kudus. Dan menyinarkan cahaya illahi yang dimaksud adalah dengan cara melakukan perbuatan baik untuk memuliakan Bapa di surga.
Janganlah sebagai pembawa terang Ilahi, kita menutup diri dan menggenggam tangan. Kapan saja, terutama di masa Pandemi ini, di mana banyak orang terdampak dengan berbagai kesulitan, merupakan banyak kesempatan untuk berbuat baik menolong banyak orang pula sebagai garam dan terang dunia. Kiranya Roh Kudus memberi dorongan yang kuat dan memampukan kita. Amin.
Pdt Mary Hartanti (Sinode Gereja Bethel Apostolik dan Propetik/Kemenag)
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...