Koleksi Museum Alkitab LAI: Replika Leningrad Codex
SATUHARAPAN.COM – Museum Alkitab Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) menampilkan replika Leningrad Codex atau kodeks Leningrad. Saat berbicara tentang ‘Leningrad’, maka sebenarnya kita tidak membicarakan nama kota di Rusia, atau Alkitab berbahasa Rusia.
Namun seperti yang tertera dalam keterangan di Museum Alkitab LAI, Leningrad merupakan tempat pertama penyimpanan codex (kodeks) gulungan naskah berbahasa Ibrani yang cukup lengkap, dan kini replika Leningrad Codex tersedia di Museum Alkitab LAI.
Replika yang terletak di museum Alkitab LAI itu tersusun dalam bentuk buku yang memiliki ukuran menyerupai bantal yang biasa di kamar tidur, sementara di sebelahnya terdapat tulisan “Leningrad Codex”.
Dalam replika tersebut nampak terlihat teks dari Leningrad Codex tersusun dalam aksara Ibrani memanjang dari atas ke bawah. Pengunjung yang hadir di museum LAI akan mendapat kesan kuno dari replika tersebut karena selain terdapat beberapa aksara Ibrani yang memudar warnanya, terdapat warna putih dari kertas tersebut yang memudar.
Dalam keterangan yang tertera di sebelah alkitab tersebut, kata ‘Codex’ yang menyertai kata Leningrad, merupakan sebuah rangkaian manuskrip dari Alkitab berbahasa Ibrani. “Leningrad” ditambahkan untuk memberi nama replika manuskrip tersebut karena manuskrip yang asli tersimpan di National Library of Russia atau Perpustakaan Nasional Rusia di Leningrad, Uni Soviet.
Menurut Wikipedia Leningrad berubah nama menjadi Saint Peterseburg sejak 1863. Pada tahun 1924 naskah kuno itu digunakan sebagai teks dasar untuk menerjemahkan Biblia Hebraica sejak 1937, dan menjadi dikenal secara internasional sebagai "Leningrad Codex".
Naskah tersebut disebut juga Teks Masoretik. Leningrad Codex ditulis tahun 1010 dan berisikan torah/taurat, namun pemeluk agama Yahudi menyebutnya Tanakh.
Menurut situs West Semitic Research Project, Leningrad Codex digunakan sebagai dasar pencetakan Alkitab bahasa Ibrani, bersama dengan beberapa Alkitab berbahasa Ibrani yang tidak lengkap lagi surat-suratnya. Hal ini terjadi karena koleksi manuskrip yang lengkap masih dikembangkan oleh salah satu tokoh kelompok Masoret, atau ahli bahasa Ibrani, Aaron ben Moses ben Asher.
Menurut Wikipedia, Kaum Masoret merupakan kelompok ahli kitab Yahudi yang berkarya dalam rentang waktu abad keenam sampai dengan kesepuluh dengan basis utama di Tiberias, dan Yerusalem, yang saat ini masuk dalam wilayah Israel, serta di Irak (Babilonia).
Masing-masing kelompok menyusun suatu sistem pengucapan (atau pelafalan) dan panduan tata bahasa dalam bentuk catatan diakritik pada teks biblika yang diterbitkan. Mereka berupaya membakukan pengucapan, pembagian paragraf dan ayat, dari Alkitab Yahudi, yaitu Tanakh.
Keluarga ben Asher, sangat berperan dalam pelestarian dan pembuatan teks Masoret, meskipun ada suatu teks Masoretik alternatif dari ben Naphtali yang memiliki sekitar 875 perbedaan dengan teks dari Ben Asher.
Naskah ini milik sekelompok penutur bahasa Ibrani disebut teks Masoret. Ibrani abjad itu sendiri, yang dikembangkan dari abjad Fenisia, memiliki vokal yang benar, sehingga tertua fragmen Alkitab Ibrani hanya memiliki konsonan, beberapa di antaranya digunakan sebagai setengah-vokal, seperti y, w, dan h.
Pada abad pertengahan sekelompok ulama disebut Masoretes tertarik mengembangkan sistem untuk menandai vokal. Mereka khawatir pengucapan kata-kata mungkin hilang, karena bahasa Ibrani tidak lagi bahasa lisan.
Selain vokal, mereka juga ingin cara untuk menandai tanda baca, aksen, dan catatan musik digunakan ketika teks Alkitab itu dinyanyikan dalam rumah ibadat.
Masoret juga tertarik dalam menyalin teks Alkitab sangat hati-hati sehingga akan dipertahankan dari generasi ke generasi.
Sistem yang paling populer dari penandaan linguistik bahasa Ibrani dikembangkan keluarga Ben Asher, dan itu adalah sistem yang mereka gunakan di Leningrad Codex.
Editor : Eben E. Siadari
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...