Natal di Gaza Palestina, Sederhana dan Prihatin
GAZA CITY, SATUHARAPAN.COM – Warga Kristen Palestina yang tinggal di Gaza merayakan Natal secara sederhana dan prihatin. Kehidupan mereka terjepit dua hal: blokade Israel terhadap wilayah jalur Gaza dan paksaan kepada mereka untuk meninggalkan iman.
Kota-kota Palestina di belahan Tepi Barat, Betlehem, Yerikho, dan Ramallah misalnya, Natal dirayakan dengan lebih semarak. Di Betlehem—dipercaya sebagai kota tempat lahir Yesus Kristus—pada 25 Desember pagi biasanya ada parade Natal yang diikuti hampir seluruh isi kota, tak peduli latar belakang agama mereka. Kristen, Katolik, Islam, bahkan Atheist memenuhi Lapangan Palungan (Manger Square) yang terletak di antara Gereja Kelahiran Yesus dan Masjid Umar bin Khattab untuk melihat arak-arakan, marching band anak-anak dari seluruh Betlehem.
Umat Katolik Gaza khusyuk berdoa di tengah ibadah Malam Natal di Gereja Der Latin Keluarga Kudus.
Malam sebelumnya di Betlehem ratusan ribu orang dari seluruh dunia mengikuti ibadah malam Natal di Lapangan Palungan ini. Gereja Kelahiran Yesus didirikan di lokasi yang dipercaya sebagai gua tempat Yesus dilahirkan. Walaupun masalah pembangunan permukiman di kawasan Palestina dan monopoli sumber daya air oleh pemerintah Israel membuat kehidupan penduduk Tepi Barat sangat sengsara, mereka masih menikmati sedikit kehidupan sipil yang teratur.
Kehidupan di Gaza, terutama setelah Israel membombardir wilayah itu atas nama mencari penculik dan pembunuh tiga remaja Israel di Tepi Barat, morat-marit. Israel menuduh Hamas terlibat penculikan dan pembunuhan siswa seminari Yahudi. Gil-Ad Shaer, Naftali Fraenkel, dan Eyal Yifrah, hilang pada 12 Juni 2014 dan ditemukan meninggal beberapa minggu kemudian di Tepi Barat.
Hamas menyatakan membantah tuduhan keterlibatan itu. Namun kasus ini terus berkembang hingga konflik bersenjata berkobar antara Israel dan Hamas di Gaza selama sebulan lebih dan menimbulkan banyak korban.
Gereja tidak berpenghangat saat musim dingin sehingga jemaat hadir dengan jaket tebal. Sistem layanan umum di Gaza hancur pascaperang 2014.
Israel melakukan serangan udara dan serangan darat di wilayah Gaza yang terisolasi untuk melawan militan serangan roket dan jaringan terowongan Hamas digali di bawah perbatasan untuk menyusup ke wilayah Israel.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengatakan 1.980 warga Palestina, kebanyakan warga sipil, meninggal dalam konflik itu. Di sisi Israel, 64 tentara dan tiga warga sipil meninggal. Setelah mendapat desakan Internasional, Hamas dan Israel sepakat gencatan senjata. Namun, kehidupan sipil Gaza telanjur hancur.
Kekristenan Gaza
Kini, pemerintah Hamas berusaha keras untuk mengembalikan kehidupan sipil di Gaza yang berpenduduk 1,8 juta orang itu. Ada beberapa bantuan internasional, tetapi masih belum memadai. Blokade seluruh perbatasan Gaza—termasuk di Selatan yang berbatasan dengan Mesir—masih menjadi momok. Bahan pangan terbatas. Fasilitas umum: air bersih, pusat kesehatan, dan listrik rusak berat pascaperang 2014.
Di antara jutaan penduduk Gaza, ada sekitar 2.000 warga Kristen. Kekristenan mulai menyebar ke seluruh Gaza sejak abad ketiga Masehi. Penduduk Gaza banyak yang menjadi Kristen saat Saint Porphyrius, antara 396 dan 420 M melakukan karya penginjilan di daerah itu. Pada 402, Kaisar Theodosius II memerintahkan delapan dari kuil pagan kota dihancurkan hancur, dan empat tahun kemudian, Ratu Aelia Eudocia menugaskan pembangunan gereja di atas reruntuhan Kuil Marnas.
Setelah pembagian Kekaisaran Romawi, Gaza berada di bawah kendali Kekaisaran Romawi Timur alias Kekaisaran Byzantium. Gaza waktu itu adalah kota makmur dan merupakan pusat penting untuk kawasan Mediterania timur. Kota yang dipercaya tempat dikuburnya kakek buyut Nabi Muhammad, Hashim ibn Abd Manaf, ini menjadi kota penting bagi kekhalifahan Islam sejak awal abad ke-7.
Kini, komunitas Kristen Gaza sebagian besar tinggal di dalam kota, terutama di kawasan sekitar tiga gereja utama: Gereja Saint Porphyrius, Gereja Katolik Keluarga Kudus di Jalan Zeitoun, dan Gereja Baptis Gaza, selain itu ada juga kapel Anglikan di Rumah Sakit Al-Ahli Al-Arabi. Saint Porphyrius adalah Gereja Ortodoks yang berdiri pada abad ke-12. Gereja Baptis Gaza terletak dekat dengan gedung Dewan Legislatif. Orang Kristen di Gaza bebas menjalankan ibadah mereka. Mereka juga dapat memperingati semua hari libur keagamaan sesuai dengan kalender Kristen.
Orang Kristen yang menjadi pegawai negeri sipil atau bekerja di sektor swasta diberikan hari libur resmi selama seminggu, yang dimanfaatkan untuk berdoa bersama di gereja-gereja. Orang Kristen berhak mendapatkan pekerjaan apa pun. Mereka memiliki hak dan kewajiban penuh seperti saudara Muslim mereka sesuai dengan Deklarasi Kemerdekaan Palestina, rezim, dan semua sistem yang berlaku atas wilayah-wilayah. Selain itu, kursi telah dialokasikan untuk warga Kristen di Dewan Legislatif Palestina sesuai dengan sistem kuota yang mengalokasikan didasarkan pada kehadiran Kristen yang signifikan.
Sensus mengungkapkan bahwa 40% dari komunitas Kristen bekerja di, pendidikan, teknik dan hukum sektor medis. Orang-orang Kristen dari Gaza bekerja di hampir semua profesi. Banyak dokter dan guru, dan beberapa toko perhiasan sendiri. Jumlah mereka turun menjadi 2.500 dari 3.000 sebelum tahun 2007, sebagian besar karena alasan ekonomi akibat blokade oleh Israel.
Selain itu, gereja-gereja di Gaza terkenal untuk pertolongan dan pendidikan layanan yang mereka tawarkan, dan warga Muslim berpartisipasi dalam layanan ini. Warga Palestina mendapat manfaat keseluruhan dari layanan ini. Sekolah Latin Patriarkat, misalnya, menawarkan bantuan dalam bentuk obat-obatan dan pelayanan sosial dan pendidikan. Sekolah telah menawarkan layanan selama hampir 150 tahun.
Hanya, kelompok garis keras di Gaza akhir-akhir ini memaksa anak-anak dari keluarga Kristen untuk meninggalkan iman mereka sehingga itu membuat kekhawatiran akan harmoni Kristen-Islam di Gaza yang berlangsung lebih dari 1.600 tahun. (middle east monitor/national post)
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...