Kolumnis Kuwait Times: Natal Tidak Haram!
KUWAIT, SATUHARAPAN.COM - Kuwait Times, sebuah harian berbahasa Inggris pertama di kawasan Teluk dan berbasis di Kuwait, dalam edisi online-nya memuat sebuah tulisan dengan judul menarik: Christmas Is NOT Haram!. Penulisnya, Muna Al Fuzai, merupakan kolumnis di harian itu dan sehari-hari adalah direktur eksekutif American Business Council Kuwait.
Pada intinya, Muna Al Fuzai mengungkapkan keresahannya atas seruan untuk tidak mengucapkan selamat Natal dan anggapan bahwa perayaan Natal adalah haram. Padahal, menurut dia, perayaan Natal dapat dilihat dari berbagai perspektif.
"Seperti biasa, saya telah menerima pesan dan peringatan di media sosial agar tidak bertukar salam yang mencerminkan kebahagiaan kepada teman-teman Kristen kita. Semuanya telah diberi label haram (melanggar hukum dalam Islam)," kata Muna.
Menurut dia, ada dua alasan yang diberikan untuk ini - pertama, bahwa Natal merupakan ritual Barat yang tidak ada hubungannya dengan Islam. Yang kedua adalah bahwa seharusnya warga Arab meratapi kematian orang di dunia Arab bukan mengungkapkan kegembiraan.
"Saya tertegun oleh seruan dan pesan di media sosial yang mengasosiasikan setiap tindakan dengan haram. Selama hari raya Islam, seperti Idul Fitri, banyak teman Kristen saya dan pembaca tulisan saya menyampaikan ucapan selamat keapda saya dan keluarga saya. Haruskah saya melawan mereka dengan istilah 'haram'?," Al Fuzai bertanya, dalam tulisannya yang dilansir pada 23 Desember 2016..
Ia melanjutkan dengan memberikan pemahamannya bahwa Natal adalah sebuah festival sukacita yang berputar di sekitar dekorasi pohon Natal, Santa Claus, lilin dan manusia salju, meskipun setiap negara memiliki ritual sendiri. Misalnya di Jepang, Kentucky Fried Chicken (KFC) dianggap makanan tradisional di Natal, sejak peluncuran kampanye "Kentucky Festival of Christmas" pada tahun 1974. Jepang, kata dia, bukan negara Kristen, tetapi mengadopsi tradisi ini dari dunia Barat.
"Natal dianggap sebagai salah satu festival yang paling penting bagi orang Kristen setelah Paskah. Sehingga wajar untuk mengasosiasikannya dengan upacara keagamaan dan doa pribadi," kata dia. Namun, ia juga menjelaskan bahwa sejumlah besar non-Kristen juga merayakan festival ini. "Saya melihat tidak ada salahnya itu dan saya menikmatinya juga. Ini adalah perasaan yang hebat untuk membiarkan diri Anda menjadi anak-anak lagi dan menikmati semangat hari raya," lanjut dia.
Sementara semua negara Eropa sedang mempersiapkan untuk merayakan Natal dan Tahun Baru, kata dia, masalah yang berbeda terjadi di negara-negara Arab. "Banyak negara melarang perayaan Natal dan Tahun Baru, dan memperingatkan masyarakat untuk tidak melakukannya. Saya menyukai Natal di Uni Emirat Arab. Hotel-hotel besar dan pusat perbelanjaan di Dubai dan Abu Dhabi merayakan Natal dengan mendirikan pohon Natal dan Santa Claus."
"Tentu saja, anak-anak selalu menikmati bagian terbesar dari perayaan dengan menerima hadiah dari semua orang."
Tapi, Al Fuzai mengakui, tidak semua demikian.Banyak negara Islam melarang perayaan dan memiliki hukum yang bisa memberi ancaman penjara bila melanggarnya. Kuwait, kata dia, adalah negara yang agak konservatif dalam kaitan perayaan Natal. Tetapi, lanjut dia, negara tidak mencampuri urusan ini. "Tentu tidak bisa dibandingkan dengan Dubai," ia berkata.
"Beberapa cendekiawan Muslim terburu-buru untuk mengeluarkan fatwa bagi orang-orang untuk menghindari mengungkapkan atau berbagi sukacita perayaan tersebut. Beberapa bahkan mengatakan bahwa perayaan Natal adalah bertentangan terhadap identitas Islam. Saya telah bergabung teman-teman Kristen saya dalam perayaan ini selama bertahun-tahun, dan saya masih seorang Muslim. Saya tidak mampu melihat hal negatif di dalamnya. Ada orang beragama lain yang tidak melihat sesuatu yang salah dalam perayaan ini."
Al Fuzai menutup tulisannya dengan berkata, "Jadi untuk semua teman-teman Kristen saya dan pembaca - Selamat Hari Natal dan Tahun Baru!"
Tiga Bahasa Daerah Maluku Telah Punah
AMBON, SATUHARAPAN.COM - Kantor Bahasa Provinsi Maluku menyatakan bahwa tiga dari 70 bahasa daerah y...