Komnas HAM Desak PT Freeport Alokasikan Saham untuk Rakyat Papua
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigai, mengatakan dalam perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia, Komnas HAM ingin memastikan adanya klausul HAM.
"Jadi kalau tidak ada pasal atau klausul HAM di dalam Kontrak Karya PT Freeport, Komnas HAM dipastikan tidak akan menyetujui. Selanjutnya, tentu sikap Komnas HAM jelas, kebetulan kami sedang menangani dan sudah melakukan pertemuan demi pertemuan dengan PT Freeport, hampir 6-7 kali mereka datang ke Komnas HAM," kata Natalius Pigai di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, hari Jumat (13/11).
Menurut Natalius, Komnas HAM juga sudah mengadakan pertemuan dengan Freeport di Timika, termasuk dengan bupati dan tokoh masyarakat serta kepala-kepala suku.
"Menurut saya mereka pasti setuju dengan pendapat saya, karena saya tahu kita satu jiwa, jadi harus memastikan pengelolaan perusahaan bersih dari pelanggaran HAM di masa mendatang. Itu sikap Komnas HAM dan tidak bisa ditawar-tawar," kata dia.
Selain itu, Komnas HAM mendesak agar dalam divestasi 30 persen saham PT Freeport, rakyat asli harus ikut memiliki saham di dalamnya dan hal itu harus dirumuskan di dalam kontrak karya PT Freeport.
"Dengan adanya divestasi 30 persen, harus dipastikan masyarakat asli masuk dalam kontrak karya PT Freeport," kata dia.
Natalius mengatakan dalam 5 kali pertemuan, PT Freeport mempertanyakan apakah masyarakat asli Papua mempunyai uang untuk membeli saham divestasi Freeport. Menurut Natalius, masyarakat sudah menyiapkan, tanah, emas, uranium, plotulium, tembaga dan segala kandungan yang ada di dalam bumi Papua.
"Anda (Freeport) membawa uang dan fasilitas, negara menyiapkan regulasi, rakyat sudah menyiapkan bahan mentah dan tidak bisa ditawar-tawar," kata dia.
"Memang ada pernyataan dari PT Freeport bahwa kita akan bicarakan karena ini menyangkut uang, dan Komnas HAM tidak pastikan," kata Natalius.
Namun, kata Natalius, PT Freeport tetap harus mencari jalan keluar. Apalagi, telah sekian puluh tahun Freeport mengakumulasi uang dari hasil penjualan sumber daya Papua.
"Sudah saatnya PT Freeport berbuat baik untuk rakyat, sekaligus menghapus dosa-dosa atas nyawa, dosa, atas kejahatan dan kebudayaan, kejahatan terhadapa lingkungan, kejahatan terhadap kesatuan hidup," dia menambahkan.
Editor : Eben E. Siadari
Perayaan Natal di Palestina Masih Dibatasi Tahun Ini
GAZA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal di Palestina tahun ini hanya sebatas ritual keagamaan, mengin...