Komnas HAM: Laporan Genosida di Papua Tidak Mengherankan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Laporan Keuskupan Gereja Katolik Brisbane, Australia, yang menuduh militer dan polisi telah melakukan pemukulan, intimidasi, penyiksaan, penculikan, hingga pembunuhan di Provinsi Papua, dinilai Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalius Pigay, bukan hal yang mengherankan.
Menurutnya, sejak tahun 1969, strategi pertahanan dan keamanan Indonesia untuk mempertahankan tanah Papua dilakukan dengan pendekatan militeristik yang senantiasa menyebabkan tragedi kemanusiaan.
“Saya kira, laporan Keuskupan Gereja Katolik Brisbane, Australia, sejalan dengan perhatian Vatikan terkait masalah HAM di seluruh dunia, termasuk di Papua. Laporan itu tidak mengherankan, karena sejak tahun 1969 strategi pertahanan dan keamanan untuk mempertahankan Papua dilakukan dengan militeristik,” kata Natalius saat dihubungi satuharapan.com, dari Jakarta, hari Kamis (10/3).
Berbagai Tragedi Kemanusiaan
Dia pun menceritakan berbagai tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Papua. Kata Natalius, pada tahun 1977, hampir 13.000 orang tewas di Kota Wamena, kemudian pada tahun 1981-1982 terjadi pembunuhan budayawan Papua, Arnold Ap. Masih di tahun yang sama, 1982, sekitar 200.000 warga Papu mengungsi ke Papua Nugini, menghindari kekerasan militer yang berlebihan.
Natalius melanjutkan, selanjutnya terjadi penyiksaan dan pembuhan di tiga kampung yang berada di Papua pada tahun 1986. kemudian pada tahun 1988, tokoh intelektual Papua, Thomas Wanggai tewas terbunuh.
“Kemudian, di tahun 2001, Theys Hiyo Eluay diculik dan lalu ditemukan sudah terbunuh,” katanya.
Sekarang, ucap Natalius, selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo, berdasarkan data Komnas HAM, sudah ada 700 warga Papua yang ditangkap, disiksa, kemudian dibunuh. Namun, dia menambahkan, berdasarkan data salah satu organisasi di Papua, sudah ada 1.400 warga Papua yang ditangkap, disiksa, kemudian dibunuh, selama kepemimpinan Presiden Jokowi.
“Setiap hari ada pembunuhan, kekerasan, dan penganiayaan. Belum lagi dari sisi ekonomi, sosial, dan budaya, angka kematian ibu dan anak di Papua itu tertinggi di Indonesia,” ujar Natalius.
“Papua juga penduduk dengan dampak HIV tertinggi, lalu tingkat kemiskinan tertinggi juga,” dia menambahkan.
Jokowi Harus Tanggung Jawab
Bahkan, kata Komisioner Komnas HAM keturunan Papua itu, pemusnahan suku dan pemberangusan kebudayaan juga terjadi di wilayah paling timur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) itu.
Menurutnya, pihak yang menyatakan terjadi genosida di tanah Papua bukan hanya Keuskupan Gereja Katolik Brisbane, Australia, karena sebelumnya Amnesty International pun telah menyatakan hal serupa.
Oleh karena itu, dia meminta, pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi segera bertanggung jawab pada tragedy-tragedi kemanusiaan yang telah terjadi. “Jokowi harus segera memutus mata rantai kejahatan HAM di Papua, dorong aparat keamanan melakukan pendekatan dialog dalam menyelesaikan masalah di Papua,” ujar Natalius.
Editor : Bayu Probo
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...