Komnas HAM Nilai Kebiri Sebagai Hukuman Keji
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Siti Noor Laila, mengatakan, bahwa hukuman kebiri untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak sebagai hukuman yang keji.
“Pemberian hukum melalui pengebirian dapat diklarifikasikan sebagai kekejian dan tidak manusiawi. Juga, tidak sesuai dengan konstitusi dan komitmen Indonesia dalam bidang hak asasi manusia,” kata Siti di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, No 48, Menteng, Jakarta, Pusat, hari Senin (15/2).
Menurut Siti ketentuan Pasal 28 G ayat 2 konstitusi Indonesia menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan hak yang bersifat konstitusional dan pemajuan, perlindungan serta pemenuhannya menjadi komitmen konstitusional pula.
“Indonesia juga telah mengesahkan konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang keji tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998,” kata dia.
Selain itu, kata Siti pemberian hukuman tambahan dengan pengebirian (baik kimiawi maupun dengan operasi medis), dapat pula dikualifikasikan sebagai pelanggaran hak yaitu pelanggaran hak atas persetujuan tindakan medis (the right to informed consent) dan hak atas perlindungan atas integritas fisik dan mental seseorang (the protection of the physical and mental integrity of the person).
“Masukan dari para dokter ahli, ahli hukum dan kriminolog menyatakan bahwa kekerasan seksual bukan hanya bersifat medis namun juga psikolog dan sosial,” kata dia.
“Tindakan kekerasan seksual juga bukan hanya penetrasi alat kelamin semata, dalam hal ini, selain hukuman berdasarkan Undang-Undang yang ada, yang harus diberikan adalah upaya pemulihan melalui rehabilitasi secara menyeluruh baik medis psikolog dan sosial dengan tetap berpedoman pada hak asasi manusia,” dia menambahkan.
Dengan demikian, kata Siti penanganan masalah kekerasan seksual dengan pemberian hukuman tambahan pengebirian (castration) mereduksi masalah dan tidak akan menjawab masalah kekerasan seksual yang dihadapi.
“Langkah pemberian hukuman melalui pengebirian tidak proporsional untuk menangani masalah dan menjauh dari tujuan yang ingin dicapai,” kata dia.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), kata Siti sebaiknya dipertimbangkan kembali dan tidak diterbitkan, Komnas HAM memandang bahwa penanganan kejahatan seksual terhadap anak – dalam hal ini juga perempuan – meminta sebuah tindakan menyeluruh dan konsisten serta tidak hanya berpusat pada penghukuman sistem perlindungan sosial terhadap anak, misalkan komunitas ramah anak dan juga perempuan, keterbukaan informasi tentang para pelaku, atau melalui pendidikan dan peningkatan pemahaman mengenai reproduksi.
“Hal ini dapat dilakukan dengan melaksanakan Inpres Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak, instrumen yang ada lainnya ataupun memperkuatnya,” kata dia.
Editor : Bayu Probo
Peretas Korut Curi Kripto Senilai 58 Miliar Won
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Korea Selatan mengkonfirmasi bahwa peretas Korea Utara (Korut) berada di ba...