KontraS Menduga Kasus Pembunuhan di Batam Melanggar HAM
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Biro Riset Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Puri Kencana Putri mengatakan KontraS menggunakan dua studi utama yaitu kasus pembunuhan di Batam dan kegiatan di Poso untuk menyelisik pelanggaran hak asasi manusia oleh Tentara Nasional Indonesia.
Menurut Puri dalam kasus pembunuhan dan penculikan di Batam, total ada 11 warga asal Palembang yang diculik. Satu orang dalam kondisi kritis dan masih dirawat di rumah sakit, sedangkan delapan lainnya ditemukan di sepanjang jalan trans Barelang hingga Simpang Sembulang.
“KontraS memantau ada gerakan orang-orang yang tidak dikenal dan diduga kuat berasal dari pasukan TNI yang nyaris tidak terdeteksi oleh publik,” kata Puri di Kantor KontraS, Jakarta Pusat, Selasa (24/3).
Puri mengatakan dalam pertemuan awal KontraS pada Februari 2015 mengetahui bahwa terdapat kasus penculikan 11 warga Palembang yang diduga kuat terkait dengan kasus kematian Sersan Satu Marinir Purwinanto pada 13 Februari 2015.
Alm Purwinanto, kata Puri diketahui tengah menjalani operasi intelijen peredaran narkotika di Wilayah Batam, dari 11 orang yang diculik, 9 orang dikembalikan dalam keadaan disiksa dan dilepaskan di tempat yang berbeda. 1 orang ditemukan tewas dan 1 orang lainnya masih hilang.
“KontraS mengetahui pihak Polres Barelang tidak berani untuk menindaklanjuti temuan kasus karena diduga kuat para pelaku yang berasal dari kesatuan,” kata dia
Selain itu, kata Puri pihak keluarga korban tidak memahami mekanisme akuntabilitas internal, jika laporan ingin mereka sampaikan kepada Polisi Militer (POM) yang terkait.
Dalam hal ini, Lanjut Puri KontraS menduga kuat adanya repetisi tipologi dan repetisi pengabaian mekanisme akuntabilitas yang belum pernah menjadi prioritas negara.
“Kasus Sertu Purwinanto dan turunannya tidak berdiri sendiri, kasus ini adalah rangkaian kasus akuntabilitas dan ketidaktransparanan institusi dalam pengelolaan tugas dan mandat institusi,” kata dia.
Operasi 'Camar Maleo 2015' untuk Membekuk Jaringan Santoso
Sementara itu, Puri Kencana Putri mengatakan, pada saat bersamaan digelar operasi Camar Maleo 2015 yang dilakukan oleh Polda Sulawesi Tengah. Operasi ini juga bertujuan untuk membekuk jaringan teroris Santoso.
“Operasi Camar Maleo 2015 dibentuk untuk membekuk jaringan Santoso dan organisasi Mujahidin Indonesia Timur. Dari pantauan kami, terdapat ribuan personel juga yang diturunkan dalam operasi tersebut. Dengan estimasi 600 personel Brimob, dan 400 personel dari jajaran Polda Sulawesi Tengah, seperti Polres Poso, Parigi, Moutong, Tojo Unauna, Morowali, dan Sigi,” kata dia.
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar menambahkan begitu pula dengan situasi Poso hari-hari ini, dari hasil komunikasi yang KontaS lakukan dengan beberapa organisasi masyarakat sipil lokal di Poso, diketahui bahwa dapat rencana yang sedang berjalan untuk melakukan latihan perang pasukan pemukul reaksi cepat, gabungan 3 mantra yaitu Kopassus - Kostrad (AD), Marinir -Kopaska (AL) dan Paskhas (AU) latihan berlangsung sejak 22 Maret hingga 15 April mendatang.
“Dengan perbandingan seperti itu, sipil, polisi dan TNI menjadi tidak seimbang dengan TNI yang pasukan dan koordinasi lebih banyak sehingga menimbulkan sedikit keresahan terutama pada tiga wilayah tadi,” kata Haris
Pasukan TNI yang tergabung dalam Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) melakukan operasi latihan militer di Poso, Sulawesi Tengah. Kontras mempertanyakan kegiatan latihan militer yang salah satu tujuannya untuk memburu kelompok teroris jaringan Santoso di Poso tersebut.
“Kenapa operasi militer dikerahkan untuk melakukan penangkapan teroris Santoso, yang seharusnya penangkapan teroris itu adalah upaya penegakan hukum,” kata dia.
Tak hanya itu, berdasarkan informasi yang dihimpun Kontras, jumlah personel yang dikerahkan dalam latihan tersebut sebanyak 3.000 personel. Jumlah ini dirasa Kontras sangat berlebihan dan membuat takut masyarakat setempat.
“Kami melihat situasi di Poso dengan tiga armada yaitu AL, AU dan AD itu dikerahkan dalam operasi besar-besaran, sekitar 3.000 personel diturunkan di beberapa titik yang diduga sebagai basis teroris Santoso. Di mana wilayahnya ada di tiga desa, yaitu Desa Tangkura di Poso pesisir selatan, Desa Tambarana di Poso pesisir utara dan Pegunungan Biru Tamanjeka,” katanya.
Editor : Bayu Probo
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...