Koridor Kemanusiaan, Pintu bagi Warga Suriah ke Dunia Tanpa Perang
SATUHARAPAN.COM – Di Bandara Fiumicino di Roma, Italia, pada 27 Maret 2018, gadis cilik bernama Majida, 7 tahun, untuk pertama kali bertemu neneknya, yang juga bernama Majida. Pelukan antara “dua Majida” itu mencerminkan cahaya terang yang memungkinkan proyek ekumenikal Humanitarian Corridors atau Koridor Kemanusiaan, terus membawa pengungsi menginjakkan kaki di Italia.
Majida, bersama anggota keluarga lain, rasanya tak sabar menunggu kedatangan Nenek Majida, yang akhirnya tiba dengan selamat, dan secara legal, di Italia, dari Lebanon. Majida kecil, yang sengaja dinamai seperti nama neneknya oleh ayahnya, memeluk erat neneknya.
“Pada hari yang sama, tak lama ketika Nenek Majida meninggalkan rumahnya di Idlib untuk melarikan diri ke Lebanon, sebuah rudal mendarat tepat di atas rumahnya,” kata Haji, ayah gadis cilik Majida, putra Nenek Majida, seperti diberitakan oikoumene.org.
Kini, Nenek Majida tinggal bersama keluarganya itu, tidak jauh dari Kota Roma.
Kisah “dua Majida” itu hanya salah satu dari banyak cerita. Pada hari yang sama Nenek Majida tiba, juga tiba 41 pengungsi lain, sepertiga di antaranya anak-anak. Keesokan harinya, 42 pengungsi lain tiba dari Beirut. Pengungsi-pengungsi itu, seperti dilaporkan Crux, berasal dari berbagai kota di Suriah, seperti Aleppo, Homs, Raqqa, dan Idlib.
Para pengungsi itu ditempatkan di seluruh Italia, mulai dari Piedmont ke Lombardy, Liguria ke Lazio, dan Sardinia ke Sisilia. Mereka diterima di tempat yang dikelola oleh organisasi yang mendirikan dan menjalankan proyek Humanitarian Corridors: Federasi Gereja Protestan di Italia (Federation of Evangelical Churches in Italy/FCEI) melalui Program Pengungsi dan Migran, “Mediterranean Hope”, Tavola Valdese dan Comunità di Sant'Egidio.
“Kami berada di sini karena kami harus bersama orang-orang yang menderita dan dengan mereka yang berusaha untuk mendapatkan penegakan hak asasi manusia, karena itu mungkin untuk membuka saluran-saluran kemanusiaan legal yang aman bagi para pengungsi dan aman bagi orang Italia. Kami yakin dengan apa yang kami lakukan,” kata Paolo Naso, koordinator dari Harapan Mediterania – Program Pengungsi dan Migran dari FCEI, seperti dilaporkan oikoumene.org.
Naso sangat mengingat filsafat Pendeta Dr Martin Luther King, menjelang ulang tahun ke-50: “Pengecut selalu bertanya: apakah aman? Dunia politik biasa bertanya: apakah ini populer? Hanya hati nurani yang bertanya: benarkah? Dan kami berada di sini, hari ini, karena (apa yang kami lakukan) ini benar.”
Sinergi yang Baik
Proyek Humanitarian Corridors diselenggarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat madani dan sipil, bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri. Model yang diterapkan di Italia ini sekarang sedang diterapkan juga di Prancis dan Belgia.
Pemerintah memberikan visa kemanusiaan untuk masuk ke negara dan memastikan akses ke hak mengajukan permohonan suaka. Visa tidak memungkinkan pengiriman ke negara lain di Uni Eropa. Agen berbasis agama memberikan tiket pesawat ke Italia serta akomodasi, bantuan dengan prosedur suaka, peluang pendidikan, dan kursus bahasa Italia.
Presiden Sant’Egidio, Marco Impagliazzo, menggambarkan Humanitarian Corridors sebagai “koridor perdamaian”, mengundang mereka yang mulai menyusuri jalan integrasi “untuk bekerja bersama kami untuk perdamaian, satu-satunya jaminan hak untuk semua”.
Selama konferensi pers pada 27 Maret, Wakil Menteri Luar Negeri Italia, Mario Giro, mendefinisikan perang di Suriah sebagai “skandal abad ini”, menambahkan: “Musuh kita adalah perang. Tidak hanya bicara bangsa, atau kelompok etnis, setiap orang, pria dan wanita, perlu menentang perang, yang merupakan akar dari segala sesuatu yang jahat ”.
Donatella Candura, pejabat di Kementerian Dalam Negeri Italia, memilih pekerjaan luar biasa yang dilakukan organisasi yang terlibat didalamnya itu, dan menyebutnya sebagai “sinergi yang luhur”.
Keadilan di Laut
Program FCEI untuk Pengungsi dan Migran “Harapan Mediterania” juga telah memulai program untuk mendukung dan bekerja sama dengan aksi pencarian dan penyelamatan di Laut Mediterania.
“Dalam mengambil keputusan ini,” kata Presiden FCEI, Pendeta Luca Maria Negro, “Federasi Gereja Protestan di Italia berdiri dengan proposisi, menyelamatkan di perairan internasional pengungsi yang melarikan diri dari kondisi putus asa dari penganiayaan, kekerasan, dan penyiksaan, bukanlah kejahatan, tetapi sebaliknya, kewajiban moral, yang, bagi kita orang Kristen, memiliki pembenaran alkitabiah dan teologis yang mengakar.”
Keputusan itu diambil mengikuti penahanan kapal "Open Arms", yang tertambat di pelabuhan Sicilian Pozzallo. Kapal tunda dari organisasi nonpemerintah Spanyol, Proactiva, itu disita dan awaknya dituduh melakukan konspirasi kriminal untuk imigrasi ilegal setelah misi penyelamatan ke-43.
Sebelumnya, selama misi ke-42, dua operator dari Mediterranean Hope memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam penyelamatan laut, menyelamatkan lebih dari 200 orang dari laut. Dengan keputusannya, FCEI menggarisbawahi pentingnya menempatkan organisasi non-pemerintah dalam kondisi untuk beroperasi.
Negro menyatakan solidaritas dengan mereka yang “memiliki keberanian untuk melakukan kegiatan pencarian dan penyelamatan maritim atas nama hak untuk hidup dan perlindungan pengungsi dalam keadaan yang sangat rentan”. Pada saat yang sama, ia menyatakan keyakinannya pada fakta bahwa “Proactiva dapat menunjukkan telah beroperasi semata-mata untuk kemanusiaan dan dalam batas-batas hukum maritim internasional”. (oikoumene.org)
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...