“Koruptor Anggota G20 Takkan Diberi Visa"
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Dalam G20 disepakati tidak diberikan visa bagi para koruptor yang menjadi anggota G20,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Rizal Affandi Lukman, seusai melakukan pertemuan dengan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari Selasa (29/3), di Gedung KPK, Jakarta. G20 adalah negara-negara dengan perekonomian besar.
Keikutsertaan KPK dalam forum-forum internasional seperti G20, Asian Pacific Economic Cooperation (APEC), serta pembahasan review kedua United Nation Against Corruption (UNCAC) memperoleh dukungan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
“Tadi ada pertemuan antara KPK, Bappenas, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia untuk membahas kerja sama multilateral,” ujar Agus Rahardjo, Ketua KPK.
“Saya, selaku peserta G20 dari Indonesia, tadi bertukar pikiran dengan pempinan KPK mengenai isu-isu pemberantasan korupsi dalam G20 yang dikaitkan dengan kepentingan Indonesia untuk melaksanakan komitmen-komitmen yang dihasilkan para pemimpin di G20, yang ternyata memang saling memperkuat dari apa yang sudah dilakukan KPK selama ini dalam pemberantasan korupsi. Kerja sama dalam G20 sangat penting, terutama komitmen para pemimpin untuk tidak memberikan ruang bagi koruptor,” kata Rizal.
“Komitmen lain yang dihasilkan adalah seperti pertukaran informasi yang bisa diberikan oleh negara-negara G20 dalam rangka transparansi. Oleh karena itu, sangat penting dalam kaitan pencegahan korupsi, recovery asset, dan termasuk bagaimana pencegahan berpindahnya keuntungan dari Indonesia ke negara lain. Hal ini yang disebut missorientation profit sifting sebagai bagian dari komitmen leaders dalam G20,” ujar Rizal.
Transparansi yang dimaksudkan bukan hanya pada sektor publik, pengadaan pemerintah, dan pemerintahan, tapi juga terjadi di dalam dunia usaha. “Hal ini adalah sosialisasi pelaku usaha dan private sector yang sangat penting,” ucap Rizal.
Namun, dikatakan oleh Rizal, “Yang jauh lebih penting adalah bagaimana implementasi, pembenahan di dalam negeri, dan kerja sama bilateral yang akan dimanfaatkan untuk pemberantasan korupsi, karena sangat sulit jika dilakukan oleh satu negara saja,” katanya.
Editor : Sotyati
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...