KPA: RUU Pertanahan Tidak Mencerminkan Reformasi Agraria Sejati
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – RUU Pertanahan belum terarah pada reformasi agraria sejati. Hal ini disampaikan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi II DPR, yang membawahi bidang pemerintahan dalam negeri dan otonami daerah, aparatur negara, agraria dan KPU, Kamis (27/6) di Gedung DPR RI.
Dalam RDPU tersebut, KPA membeberkan sejumlah persoalan mengenai ketimpangan struktur agraria termasuk sumber daya alam (SDA) yang menyebabkan timbulnya kemiskinan dan ketidakadilan. Diantaranya adalah kekerasan terhadap petani dan jatuhnya korban, yang menjadi catatan buruk bagi perjalanan agraria Indonesia.
“Globalisasi ekonomi pasar bebas yang berimplikasi pada masifnya investasi, semakin memperkuat tumpang tindih kelembagaan dan perebutan penguasaan tanah serta sumber agraria lainnya,” kata Wakil Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika. Hal ini ia katakan dalam pemaparannya, yang mengatakan bahwa dari sisi regulasi Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 tidak dijalankan secara konsekuen. UUPA no 5 tahun 1960 membahas tentang Peraturan Dasar Pokok – pokok Agraria.
Dalam rilis yang diterima satuharapan.com, KPA juga mengkritisi draft RUU Pertanahan, yang belum menjawab bagaimana UU Pertanahan dapat menjadi jalan keluar persoalan agraria. Seperti ketimpangan struktur, maraknya konflik dan tidak dijalankannya UUPA 1960. Dewi juga mengatakan bahwa RUU ini belum terlihat berupaya menghentikan sektoralisme, kapitalisme dan liberalisasi agraria di Indonesia. “Persoalan kelembagaan agraria (khususnya tanah) dan penyelesaian konflik agraria juga belum mampu dijawab,” tambah Dewi.
Dalam RDPU tersebut, juga turut hadir Dewan Pakar KPA, Gunawan Wiradi (81). Sesepuh agraria tersebut dengan semangat tinggi menyatakan bahwa, Reforma Agraria yang sejati atau genuine bukanlah sekedar bagi-bagi tanah. Reforma Agraria sejati adalah untuk merombak struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pengelolaan sumber-sumber agraria, yang salah satunya adalah tanah. Proses sertifikasi adalah bagian akhir dari Reforma Agraria, bukan di awal Reforma Agraria.
“Ini salah kaprah! Banyak yang menganggap Reforma Agraria adalah sertifikasi dan bagi-bagi tanah, padahal bukan begitu. RUU Pertanahan ini belum mampu menerjemahkan prinsip-prinsip dan semangat Reforma Agraria yang sejati” tutup Wiradi.
Editor : Yan Chrisna
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...