KPK Akan Jadi Lembaga Pemberantas Korupsi Tunggal?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Istana mewacanakan menjadikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga tunggal yang memiliki kewenangan menangani kasus korupsi di Indonesia. Langkah ini diharapkan menjadi solusi perbaikan indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang masih berada di skor 36.
Pengamat hukum dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Ibnu Nugroho, menilai wacana tersebut mengingkari semangat pembentukan KPK. Dimana, berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, lembaga antirasuah itu dibentuk dengan peran sebagai trigger mechanism untuk mendorong upaya pemberantasan korupsi di kejaksaan dan kepolisian.
“Ada pengingkaran spirit pemberantasan korupsi ketika membentuk KPK. KPK itu dibentuk dengan peran sebagai trigger mechanism untuk memberdayakan kejaksaan dan kepolisian dalam pemberantasan korupsi,” kata Ibnu saat dihubungi satuharapan.com dari Jakarta, hari Minggu (31/1).
Selain itu, menurutnya, pemerintah juga harus mengkaji ulang status kelembagaan KPK, ad hoc atau tetap, sebelum merealisasikan wacana tersebut. Menurutnya, hal tersebut harus ditegaskan kembali, agar pemberantasan korupsi di Indonesia dapat terus berjalan dengan baik.
“Jangan sampai, setelah KPK menjadi lembaga pemberantas korupsi tunggal terus bubar, nanti justru tidak ada yang memiliki kewenangan memberantas korupsi di Indonesia,” ujar Ibnu.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah tidak terburu-buru menjadikan KPK lembaga tunggal pemberantas korupsi di Indonesia. Ibnu berharap pemerintah melihat sejumlah variabel dan filosofi pembentukan KPK.
“Jangan tergesa-gesa, solusi perbaikan IPK Indonesia tidak sesederhana itu juga, banyak variabel yang harus diperhatikan,” tuturnya.
Sebelumnya, Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Program Prioritas Kantor Staf Presiden (KSP), Yanuar Nugroho, mengilai, dengan menjadikan KPK sebagai lembaga tunggal pemberantas korupsi diharapkan tidak ada tumpang tindih kewenangan dengan lembaga lain. Sehingga, konflik antarlembaga penegak hukum dapat dihindari.
Namun, Staf Khusus bidang Komunikasi Presiden, Johan Budi Sapto Pribowo, menyatakan Presiden Joko Widodo belum pernah membahas wacana itu. Menurutnya, wacana itu perlu kajian dan analisa yang lebih mendalam dan komprehensif.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...