KPK Dalami Pemberian Uang Dari Gatot untuk OC Kaligis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami dugaan pemberian uang dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti kepada pengacara OC Kaligis dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
"(Materi pemeriksaan) seputar PTUN, kapan PTUN itu diajukan, siapa yang berikan kuasa. Mas Gatot ditanya berapa bayar lawyer fee, sejak kapan gunakan kuasa hukum Pak OC, sudah diterangkan semua," kata pengacara Gatot dan Evi, Yanuar P Wasesa seusai mendampingi pemeriksaan kliennya di gedung KPK Jakarta pad hari Kamis (20/8).
Yanuar menggantikan Razman Arief Nasution yang resmi mengundurkan diri pada 18 Agustus 2015 lalu.
"Uang itu untuk lawyer fee Pak OC. Tidak ada cerita untuk siapa memberi siapa," kata dia.
Yanuar dengan tegas membantah tidak ada uang suap yang diberikan Gatot kepada hakim dan panitera PTUN Medan.
"Tidak ada suap, benar-benar tidak ada. Pak Gatot dan Bu Evy memberikan untuk lawyer fee. Itu saja," kata dia.
Namun Yanuar tidak menyebutkan berapa lawyer fee yang diberikan oleh Gatot dan Evi.
"Mas Gatot tidak mengerti gugatan PTUN ini. PTUN ini, OC Kaligis beri kuasa kepada stafnya. Mas Gatot itu memberi lawyer fee ke OCK. Berhenti sampai di situ. Lawyer fee digunakan untuk apa, Pak Gatot nggak tahu sama sekali," katanya.
Gatot dan Evi disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.
Selain Gatot dan Evi, KPK juga sudah menetapkan enam orang tersangka lain yaitu penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis dan anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry.
Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.
Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh Kejati Sumut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.
Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri dari ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.
Namun pada 9 Juli 2015, KPK melakukan OTT di PTUN Medan terhadap Tripeni dan Gerry sehingga didapatkan uang 5 ribu dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.
Selanjutnya diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sudah memberikan uang 10 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura.
Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...