KPK Kaget Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 Masuk Prolegnas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi SP, mengaku sangat kaget dengan Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) telah berpindah tangan. Dari awalnya inisiatif pemerintah, kini menjadi inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.
"Pertama, saya cukup terkejut mendengar bahwa undang-undang KPK masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015. Padahal, beberapa waktu yang lalu ada kesepakatan yang disampaikan oleh presiden melalui pembantunya bahwa revisi undang-undang KPK tidak dilakukan tahun ini, coba diriset," kata Johan, di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, hari Senin (30/11).
Kedua, kata Johan, undang-undang KPK seharusnya dimaksudkan untuk memperkuat KPK bukan untuk melemahkan KPK dan itu juga suara yang sama pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Jadi semangat revisi ini untuk memperlemah. Tentu harus ditolak. Apalagi sempat beredar draf revisi undang-undang KPK, yang waktu itu diterima juga oleh teman-teman media. Dimana ada sejumlah pasal yang intinya menurut saya memperlemah KPK, misalnya KPK tidak boleh lagi punya kewenangan penuntutan, KPK umurnya dibatasi hanya 12 tahun," kata dia.
"Ini slogan memperkuat tetapi kalau isi draf revisinya seperti itu memperlemah. Kalau menurut saya kalau draf itu digunakan artinya memperlemah," dia menambahkan.
Menurut Johan, kalau revisi itu dilakukan dengan isi draf yang kemarin sempat beredar, jelas tujuannya untuk memperlemah KPK.
"Draf yang dipakai adalah yang sempat beredar di publik seperti membatasi KPK 12 tahun, tetapi KPK tidak punya kewenangan apapun. Revisi atau tidak direvisi tergantung suara DPR dan suara presiden. Kalau sudah sepaham untuk revisi nah itu yang terjadi, tetapi kan ada publik yang mengawasi," kata dia.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR pun memastikan akan mengebut penyelesaian revisi UU KPK sebelum penutupan Masa Sidang II Tahun Sidang 2015-2016 DPR berakhir, yakni 18 Desember 2015.
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, mengatakan keinginan revisi UU KPK tidak hanya berasal dari DPR dan pemerintah saja. Menurut dia, KPK sendiri juga ingin agar UU tersebut diperbaiki, terutama terkait pentingya KPK diberikan kewenangan untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
"Semua berpikir termasuk pemimpin KPK, wah UU ini harus berubah," kata Fahri di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, hari Senin (30/11).
Editor : Eben E. Siadari
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...