KPK Panggil Sekjen Kementerian Kehutanan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap permohonan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta pada Senin (30/6).
Hadi Daryanto merupakan pejabat Kemenhut selain Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Direktur Jenderal Planologi Kemhut Bambang Supijanto yang diperiksa. Penyidik pada 24 Juni 2014 memeriksa Zulkifli, dan pada 12 Juni memeriksa Bambang.
Ketika diperiksa, Menhut menyatakan tidak pernah menyetujui pemberian izin lahan hutan di Bogor untuk ditukar menjadi lahan perumahan.
Penyidik KPK pada 12 Juni 2014 memeriksa Direktur Jenderal Planologi Kemhut Bambang Supijanto, pejabat yang berwenang memberikan izin penggunaan hutan dan alih fungsi hutan.
"Jadi baru mengajukan surat permohonan tukar-menukar. Sekali lagi belum ada izin apapun," kata Zulkifli, Selasa (24/6).
Penyidikan kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) pada 7 Mei 2014 di Bogor.
KPK mendapatkan uang 1,5 miliar rupiah sebagai barang bukti suap untuk Rachmat Yasin. Uang itu diduga pemberian tahap terakhir karena sebelumnya Rachmat Yasin telah menerima uang 3 miliar rupiah untuk mengeluarkan rekomendasi atas lahan hutan seluas 2.754 hektare.
PT Bukit Jonggol Asri (BJA) didirikan pada 1994. Pada Januari 2010, PT Sentul City Tbk mengambil alih 88 persen saham BJA dan tepat pada Juli 2010, Sentul City Tbk resmi menggandeng PT Bakrieland Development Tbk dengan kepemilikan saham masing-masing 50 persen namun pada 2013 BJA kembali dijual ke MNC Group.
Pada 23 Juli 2011, BJA secara resmi mengumumkan proyek Sentul Nirwana yang akan memaksimalkan lahan seluas 12 ribu hektare di wilayah Jonggol kabupaten Bogor, Jawa Barat.
KPK menyangkakan Rachmat Yasin dan Muhammad Zairin berdasarkan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mengenai pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah.
Sedangkan terhadap Yohan Yap,KPK mengenakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dengan denda 250 juta rupiah. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...