KPK Periksa Empat Tersangka Suap PTUN Medan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini Kamis (20/8) menjadwalkan pemeriksaan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho (GPN) bersama istrinya Evi Susanti (ES) sebagai tersangka untuk kasus dugaan suap ke hakim dan panitera PTUN Medan.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan selain itu, KPK memeriksa Ketua Majelis Hakim, Amir Fauzi (AF) dan Hakim Dermawan Ginting (DG) sebagai tersangaka.
"Ya hari ini mereka, GPN, ES, AF, DG, diperiksa sebagai tersangka," kata Priharsa di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hari Kamis (20/8).
Gatot datang lebih dulu ke gedung KPK sekitar pukul 10.00. WIB dengan mengenakan baju coklat berbalut rompi warna orange, Namun Gatot enggan berkomentar kepada awak media. Tak lama berselang, Evi menyusul datang ke KPK.
KPK pada hari Senin, 3 Agustus, menahan Gatot dan Evi, istrinya, setelah keduanya diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kali selama sekitar 10 jam. Gatot ditahan di rumah tahanan kelas I Cipinang sedangkan Evi di rutan kelas I Jakarta Timur di Gedung KPK Jakarta.
Gatot dan Evi disangkakan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.
Selain Gatot dan Evi, KPK juga sudah menetapkan enam tersangka lain, yaitu penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG), serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY). Sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis dan anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry.
Perkara itu dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.
Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh Kejati Sumut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.
Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri atas ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.
Namun, pada 9 Juli 2015, KPK melakukan OTT di PTUN Medan terhadap Tripeni dan Gerry sehingga didapatkan uang 5.000 dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.
Selanjutnya diketahui juga uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sudah memberikan uang 10.000 dolar AS dan 5.000 dolar Singapura.
Uang tersebut menurut pernyataan pengacara, yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro, berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...