Kutunggu di Kaliuntu!
Mangrove Membangkitkan Wisata Rembang
REMBANG, SATUHARAPAN.COM - Bagi masyarakat Rembang, Kaliuntu, sebuah dukuh di Desa Pasar Banggi Kecamatan Rembang, pada masa lalu adalah sebuah noktah kelam. Sebelum ditutup, Kaliuntu menjadi tujuan para lelaki hidung belang untuk mencari kesenangan. Berada di jalur utama pantai utara, pinggiran jalan raya di sekitar Kaliuntu pada masa lalu digunakan untuk parkir truk-truk besar yang mendistribusikan barang Jawa-Bali sebelum melanjutkan perjalanan ke arah Jakarta atau Surabaya. Parkir truk tak resmi turut menghidupkan geliat ekonomi masyarakat bawah di sekitar dengan menjamurnya warung-warung remang.
Saat ini, Dukuh Kaliuntu menjadi salah satu destinasi wisata Kabupaten Rembang. Ini tidak bisa dilepaskan dari kerja keras Suyadi (75 tahun) yang sejak tahun 1972 terus menanam dan membudidayakan vegetasi mangrove bersama Kelompok Tani Tambak Sidodadi Maju (KTTSM).
Usaha Suyadi mulai menampakkan hasilnya pada awal tahun 1990-an dengan mulai terbentuknya formasi mangrove meskipun hanya di sekitar pantai Kaliuntu. Vegetasi mangrove adalah jenis yang rentan dan sensitif terhadap perubahan tempat tumbuh. Menyiasati hal tersebut, Suyadi mengembangkan jenis lokal untuk kegiatan penanaman di sekitar Kaliuntu. Hasilnya, tegakan yang terbentuk relatif cepat tumbuh karena lebih mudah beradaptasi dengan faktor tumbuh.
Usaha penanaman tersebut dilakukan oleh masyarakat Kaliuntu secara swadaya. Formasi mangove yang terbentuk pada awal tahun 1990-an, saat ini menjadi sumber benih dalam kegiatan pembibitan. Setidaknya ada tiga jenis vegetasi mangrove yang tumbuh mendominasi zona mangrove Kaliuntu yaitu: Avicennia sp (api-api, brayo), Rhizophora mucronata (tancang), serta Sonneratia alba (pedada).
Kaliuntu, Potret Masyarakat Berdaya
Ditemui di sekretariat pada hari Jumat (1/1/16), Moh. Sahal, Ketua KTTSM menjelaskan saat ini kelompok tani beranggotakan seluruh kepala keluarga (KK) yang ada di dua RT dukuh Kaliuntu sebanyak 72 KK. Lebih dari 50 persen anggota aktif melakukan pengembangan kawasan mangrove.
Dalam perkembangannya, ibu-ibu membentuk unit kerja yang lebih fokus pada pembibitan mangrove dengan membangun bedeng semai-pembibitan. Pembibitan tersebut untuk memenuhi permintaan dari luar daerah. Hingga saat ini permintaan bibit cukup banyak. Selain untuk dijual, sebagian ditanam di kawasan mangrove yang masih kosong. Dalam satu tahun KTTSM mampu menghasilkan 26.000 bibit (dalam pollybag) siap tanam. Dengan harga antara Rp 800 sampai Rp 1.500 per bibit, dari penjualan bibit menghasilkan pemasukan antara Rp 13.000.000 - Rp 24.000.000 per tahun mengingat tidak semua bibit dijual.
"Kendala utama pembibitan adalah ketersediaan air bersih, karena pertumbuhan bibit memerlukan air (tawar) yang itu agak susah didapatkan terutama saat musim kemarau. Padahal musim pembungaan-berbuah biasanya pada bulan Juli-Agustus. Pada musim kemarau, biasanya kita membeli air untuk menyiram bibit." kata Moh. Sahal pada satuharapan.com.
Dalam hal penanaman, secara teknis sebagian besar masyarakat telah menguasai. Adanya pertemuan rutin menjadi media pembelajaran bersama. Namun diakui Sahal dalam hal penanaman masih ditemui banyak kendala. Sampah yang berasal dari laut ataupun sampah masyarakat serta pengunjung yang tersangkut pada bibit yang ditanam bisa merusak pertumbuhan tanaman bahkan bisa mematikan.
Jenis bakau yang diambil dari benih setempat menjadi pilihan dalam penanaman karena relatif lebih mudah beradaptasi dengan kondisi tempat tumbuhnya. Salinitas masih menjadi kendala pengembangan jenis Brugguiera di Kaliuntu. Begitupun untuk jenis Sonneratia caseolaris serta Rhizophora spp selain spesies mucronata masih dicoba untuk dikembangkan. Beberapa kali KTTSM mencoba menanam Sonneratia caseolaris dan Bruguiera spp, namun pertumbuhan-perkembangannya yang cukup bagus pada usia tiga bulan justru mengalami kematian.
Untuk kawasan wisata mangrove, pengelola telah menyediakan tempat sampah bagi pengunjung namun jumlahnya masih belum mencukupi. Saat kunjungan ramai, masih banyak sampah yang berjatuhan dari tempat sampah yang sudah penuh. Karsiman, salah satu pengelola parkir, menjelaskan untuk masalah sampah di kawasan wisata setiap hari sebelum dibuka pengelola parkir berinisiatif mengangkat dan membersihkan sampah dengan kesadaran sendiri sesaat sebelum kawasan wisata dibuka.
Selain itu, tritip atau keong laut serta lumut sutra (sejenis ganggang) menjadi musuh utama tanaman mangrove. Jika tidak dibersihkan, dalam hitungan minggu bahkan hari tanaman yang baru ditanam bisa mati. Kegiatan pembibitan, penanaman, pembersihan sampah, tritip, ganggang, ataupun gangguan lainnya dilakukan secara mandiri oleh masyarakat Kaliuntu atas kesadaran bahwa selama ini kawasan mangrove telah menghidupinya.
"Rencananya akan ada bantuan dari pemerintah (Kabupaten Rembang) melalui Dinas Kelautan dan Perikanan membangun bedeng dari bambu untuk memecah ombak, menahan sampah sekaligus menahan tritip dan ganggang dari arah laut. Kita masih belum tahu kapan realisasinya," jelas Moh. Sahal.
Sebatang Pohon Dikawal 100 Penjaga
Dalam catatan KTTSM, saat ini kawasan mangrove Kaliuntu memiliki luas 45 hektar membujur di sepanjang pantai dukuh Kaliuntu sepanjang 2,5 km dengan ketebalan zona mangrove berkisar antara 50-250 m. Pada tegakan Rhizophora mucronata yang relatif lebih cepat pertumbuhannya dibanding jenis lain telah mencapai ketinggian 12 m dengan diameter batang sekitar 30 cm, sementara jenis Avicennia sp pada penanaman tahun yang sama mencapai diameter 20 cm. Sayangnya belum ada catatan yang rapi tentang sebaran jenis, usia dan tahun penanaman, diameter-tinggi, serta pemanduan, yang jika itu dilakukan bisa menjadi wisata edukasi mangrove bagi pengunjung.
Untuk menjaga kawasan mangrove Kaliuntu, Pemkab. Rembang menerbitkan Perda yang melarang penebangan pada kawasan sepanjang pantai dan kawasan pantai berhutan bakau bagi siapapun dengan ancaman denda dan pidana kurungan. Perda tersebut masih diperkuat dengan Perdes No. 03/Tahun 2014 yang memberikan sanksi bagi siapapun yang merusak atau menebang pohon di kawasan mangrove Pasar Banggi selain diproses secara hukum yang berlaku, juga masih memiliki kewajiban untuk menanam sebanyak 100 bibit bakau untuk 1 pohon yang dirusak/ditebang berikut perawatannya. Artinya, vegetasi mangrove yang telah tegak berdiri di Pasar Banggi saat ini dikawal oleh 100 penjaga. Sejauh ini, upaya tersebut cukup efektif.
Potensi ekonomi yang besar dari kawasan mangrove Kaliuntu belum tergarap secara optimal: kepiting bakau, potensi penjualan bibit, keanekaragaman hayati, hingga wisata edukasi. Selama ini pemasukan lebih banyak dari retribusi parkir dibagi tiga. Pada musim liburan bisa mencapai Rp 3.000.000 per hari namun pada hari sepi sekitar Rp 100.000 per hari dengan sebagian pemasukan digunakan untuk perawatan tracking. Kawasan mangrove Kaliuntu Pasar Banggi juga memiliki potensi penelitian yang cukup tinggi. Tidak kurang mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Brawijaya Malang, dan IPB Bogor melakukan penelitian tentang silvikultur, keragaman, maupun habitat mangrove di Kaliuntu.
Bagi Pemkab. Rembang yang memiliki garis pantai sepanjang 65 km, mangrove Kaliuntu sesungguhnya adalah oase untuk mengoptimalkan potensi perikanan dan kelautan sekaligus upaya melindungi garis pantai dari abrasi.
Siapa mau menyambut rentangan tangan: menanam bakau, menjaga kawasan mangrove, sebuah zona berjalan yang makin sempit akibat tergusur dalam berbagai arah (daratan, perairan, dan lautan), sekaligus menanam kehidupan? Kutunggu di Kaliuntu.
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...