Laporan ECPPS Mesir: Serangan Terhadap Gereja Terorganisasi
KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Serangan terhadap Gereja Koptik Mesir menyusul pencopotan Mohammed Morsi dari posisi kepresidenan pada awal Juli lalu merupakan serangan yang terbesar dalam sejarah Mesir moderen.
Hal itu merupakan temuan yang dilaporkan oleh Pusat Studi Mesir untuk Kebijakan Publik (Egyptian Centre for Public Policy Studies / ECPPS) yang dikeluarkan September ini.
Serangan terhadap gereja, harta milik warga gereja dan lembaga yang terkait gereja itu dimulai pada awal Juli. Namun gelombang serangan paling luas terjadi setelah pembubaran aksi menduduki yang dilakukan kelompok pro Morsi di Kairo dan Giza pada 14 Agustus lalu.
ECPPS adalah sebuah LSM liberal Mesir. Lembaga ini menyelidiki serangan 14 Agustus terhadap Gereja Koptik, lembaga yang berasosiasi dengan gereja, dan harta milik warga Koptik. Laporan itu diberi title: “Tertindas di Bawah Rezim Yang Berbeda, Kristen Mesir Antara Kekerasan Sektarian dan Kelalaian Negara."
"Pada pagi hari tanggal 14 Agustus, penduduk di sejumlah kota desa di hulu Mesir dibangunkan oleh panggilan keras yang berasal dari masjid tertentu untuk menyerang (Gereja) Koptik yang dikatakan mereka membantu polisi Mesir melancarkan perang terhadap Islam dan membunuh pengunjuk rasa di Kairo," kata peneliti ECPPS, Mohamed Abdel-Wahab dalam konferensi pers pada hari Senin (23/9).
Tingkat Kerusakan
Sebuah contoh nyata dari kekerasan yang ditujukan pada Gereja Koptik pada hari itu berasal dari Dalga, sebuah kota di bagian utara Mesir dalam provinsi Minya. Kota itu berpenduduk 150.000, dan 21.000 orang di antaranya adalah warga Gereja Koptik.
Dua puluh tujuh rumah milik orang Koptik diserang di Dalga, dan menyebabkan 62 keluarga terusir, kata Abdel-Wahab. Dia menambahkan bahwa banyak rumah, termasuk harta yang ada di dalamnya, dibakar dan menyebabkan kerugian keuangan yang serius bagi keluarga korban.
Pasukan keamanan Mesir melakukan serangan di Minya pada tanggal 16 September, menangkap lebih dari 50 orang dari kelompok Islam radikal yang diduga berasal dari Dalga. Mereka telah menjadi bagian kubu Islamis dalam sebulan terakhir.
Abdel-Wahab, seorang peneliti ekonomi, mengatakan bahwa kerugian keuangan secara individual pada enam provinsi di Mesir yang dikunjungi oleh tim investigasi berkisar dari beberapa ratus hingga enam juta pound Mesir.
Laporan itu menyimpulkan bahwa 28 gereja dan biara diserang di Provinsi Fayoum, Beni Suef, Minya, Assyut dan Sohag, serta lima lembaga yang berasosiasi dengan Kristen di Minya dan Fayoum.
Serangan terhadap properti milik warga Koptik diperkirakan telah membuat kerusakan pada 122 toko, yang umumnya dirampok dulu sebelum dihancurkan atau dibakar. Selain itu ada 51 rumah dan lima sekolah yang dirusak. Tim juga menemukan ada sejumlah properti milik umat Islam yang dirusak, namun dalam jumlah kecil, dan merupakan kasus salah sasaran.
Akibat serangan itu, warga gererja Koptik menghadapi ketakutan pada serangan di jalanan. Pada dasarnya mereka di bawah tahanan rumah di kota-kota di mana serangan terjadi, kata Abdel-Wahab.
Dua orang warga Koptik dilaporkan tewas di Dalga, salah satunya dipenggal dan dilaporkan jenazahnya ditinggal di jalan selama sepuluh hari. Dia berusaha mempertahankan rumahnya melawan serangan dengan senjata api, kata laporan itu.
Tidak Ada Perlindungan Negara
Ahmed Ragab, seorang peneliti bidang hukum dari ECPPS yang mengunjungi wilayah selatan, dan bersama Abdel-Wahab menyusun laporan itu. Dia mengatakan bahwa kehadiran negara Mesir selama serangan terhadap Gereja Koptik hampir "tidak ada."
laporan itu menyebutkan banyak laporan darurat yang tidak dijawab. Bahkan petugas pemadam kebakaran pun hanya mau merespons jika ada jaminan perlindungan. “Mereka takut akan diserang oleh pelaku,” kata Ragab.
Pada kasus yang langka mobil pemadam kebakaran tiba, tetapi tidak memiliki cukup air. Disebutkan bahwa banyak kasus pasukan keamanan hanya melindungi markas mereka dan mereka tidak keluar untuk membantu para korban.
Banyak kantor polisi dan gedung-gedung pemerintah juga menjadi sasaran setelah aksi pendudukan dibubarkan. Laporan ECPPS mengatakan bahwa 26 bangunan pemerintah diserang.
Ragab juga mengkritik pemerintah Mesir karena gagal untuk memberikan kompensasi atas serangan itu. Beberapa lembaga yang rusak berada di bawah Kementerian Solidaritas Sosial yang memiliki dana khusus untuk tujuan tersebut, tetapi belum bergerak untuk memperbaiki kerusakan.
Serangan Terorganisir
Laporan tersebut tidak memuat informasi mengenai penghasut serangan, meskipun para peneliti mengatakan bahwa pelaku adalah orang yang dikenal di antara para korban. Namun mereka tidak akan mengungkapkan, karena takut.
"Kami meminta hal ini diusut oleh kepolisian dan kejaksaan," kata Ragab. Abdel-Wahab menyebutkan kemungkinan besar serangan dilakukan secara terorganisir. "Sebagian besar serangan terjadi dengan cara yang sama dan pada waktu tertentu," kata dia.
"Dalam sebagian besar kasus yang kami diselidiki, pemilik properti yang terbakar mengatakan bahwa saluran air utama dipotong untuk mencegah memadamkan api, dan kelompok-kelompok yang tampaknya terkoordinasi akan menciptakan blokade di jalan dekat dengan properti untuk mencegah bantuan dari tiba."
Laporan itu menyebutkan,. gereja-gereja yang dibakar termasuk Gereja Perawan Maria (Virgin Mary Church), sebuah gereja berusia 1.600 tahun di Dalga, serta gereja-gereja lain yang telah ada sejak berabad-abad.
Kekerasan di Mesir Hulu telah dikaitkan dengan pendukung Morsi. Kelompok Ikhwanul Muslimin, di mana Morsi berasal, telah membantah adanya kaitan dengan kekerasan sektarian di negara itu. Namun disebutkan bahwa kelompok ini melakukan aksi pendudukan untuk menuntut permulihan jabatan Morsi, dan sejumlah tokohnya menggunakan retorika sektarian serta mengancam Gereja Koptik yang disebutnya anti Morsi. (ahram.org.eg)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...