Larangan Masuk ke AS bagi Warga 6 Negara Muslim Berlaku Kembali
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Mahkamah Agung Amerika akan mempertimbangkan keputusan Presiden Donald Trump yang membatasi kunjungan ke Amerika - dan sementara itu sebagian besar keputusan itu bisa berlaku.
Keputusan Trump yang telah direvisi, dikenal sebagai larangan berkunjung, melarang selama 90 hari orang dari enam negara berpenduduk mayoritas Muslim datang ke Amerika dan program pengungsi negara itu dihentikan selama 120 hari. Keputusan itu menyebutkan, langkah-langkah itu perlu untuk memperbaiki pemeriksaan keamanan guna melindungi negara dari ancaman luar.
Larangan berkunjung itu dihambat dua pengadilan terpisah, satu di Hawaii dan satu lagi di Maryland. Kedua putusan diperkuat pengadilan banding berbeda. Mahkamah Agung mengambil pandangan lebih bernuansa, memberlakukan larangan wisatawan dari Libya, Iran, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman dan menangguhkan program pengungsi.
Namun, menurut hakim-hakim Mahkamah Agung, larangan berkunjung itu tidak bisa ditegakkan terhadap "warga asing yang punya hubungan yang bisa dipercaya dengan orang atau entitas di Amerika." Mahkamah itu mendefinisikan hubungan dimaksud sebagai hubungan keluarga bagi individu; bagi siswa, terdaftar di perguruan tinggi atau universitas; bagi pekerja, harus ada tawaran pekerjaan dari perusahaan di Amerika.
Presiden Trump mengatakan, larangan akan mulai berlaku 72 jam setelah keputusan Mahkamah Agung. Dalam pernyataan hari Senin, ia menyebut keputusan itu "Kemenangan yang jelas." Presiden menambahkan, keputusan itu membantunya melindungi Amerika. "Sebagai presiden, saya tidak bisa membiarkan orang masuk ke negara kita untuk menyakiti kita. Saya menginginkan orang-orang yang bisa mencintai Amerika dan seluruh warganya, dan orang yang akan bekerja keras dan produktif," ujarnya.
Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika mengatakan, penerapan larangan "akan dilakukan secara profesional, dengan pemberitahuan umum yang jelas dan memadai, terutama bagi pelaku perjalanan yang mungkin terimbas, dan berkoordinasi dengan mitra-mitra di industri perjalanan."
Kelompok hak-hak sipil dan pro-imigrasi keberatan atas putusan itu, menilainya sebagai diskriminasi yang tidak konstitusional terhadap umat Islam. (voaindonesia)
Editor : Eben E. Siadari
Lebanon Usir Pulang 70 Perwira dan Tentara ke Suriah
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Lebanon mengusir sekitar 70 perwira dan tentara Suriah pada hari Sabtu (27/1...