Layanan Kesehatan Thailand Jadi Contoh Negara Asia Lainnya
THAILAND, SATUHARAPAN.COM – Sistem jaminan kesehatan di Thailand, yang diberlakukan sejak tahun 2002 dipandang sebagai sistem kesehatan yang paling menyeluruh dan lengkap di Asia, yang dapat dicontoh terutama oleh India dan Myanmar. Sistem jaminan kesehatan di kedua negara ini masih berkembang.
Sistem Thailand itu, dengan cepat berkembang mencakup 18 juta orang yang tanpa jaminan bersama-sama 29 juta orang lagi yang dicakup oleh sistem yang kurang menyeluruh.
Menurut wikipedia.org, perawatan kesehatan di Thailand secara umum disediakan melalui tiga program: sistem sipil pelayanan kesejahteraan bagi PNS dan keluarganya, Jamsostek bagi karyawan swasta, dan skema Universal Coverage (UC) secara teoritis tersedia untuk semua warga Thailand lainnya.
Thailand memperkenalkan reformasi cakupan universal pada tahun 2001, menjadi salah satu dari hanya segelintir negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah untuk melakukannya. Sarana-diuji perawatan kesehatan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah digantikan oleh skema asuransi baru dan lebih komprehensif. Menteri Kesehatan Masyarakat, Mongkol Na Songkhla, menghapuskan 30 baht pembayaran dan membuat skema UC gratis. Orang bergabung skema menerima kartu emas yang memungkinkan mereka untuk mengakses layanan di distrik kesehatan mereka, dan, jika perlu, dirujuk untuk pengobatan spesialis di tempat lain.
Menurut WHO, 65 persen dari pengeluaran perawatan kesehatan Thailand pada tahun 2004 berasal dari pemerintah, sementara 35 persen berasal dari sumber-sumber swasta.
Michael Gideon Marmot, professor kebijakan kesehatan masyarakat Inggris dan ketua Ikatan Dokter Sedunia mengatakan, sistem Thailand itu sangat beda dari sistem kesehatan seperti di India.
Marmot mengatakan seperti yang dikutip dari voaindonesia.com , "Dengan sistem universal tadi hanya sekitar 20 persen penduduk di Thailand yang menggunakan layanan kesehatan di luar sistem dan sedikit di atas separoh daripadanya memikul sendiri biaya atau sekitar 11 persen. Di India 63 persen biaya dipikul sendiri sedang orang tidak punya banyak uang. Jadi orang India tidak bisa mendapat layanan kesehatan karena tidak mampu."
Kemudian Marmot mengatakan, bagian layanan kesehatan di India berada di tangan sektor swasta, dan tidak banyak orang yang mempunyai asuransi (jaminan) kesehatan. Profesor Marmot adalah penerima hadiah Prince Mahidol Award in Public Health Thailand.
Marmot mengatakan, di bawah pemerintahan Liga Nasional bagi Demokrasi (NLD) Myanmar perlu memusatkan perhatian pada sistem jaminan kesehatan yang didukung pembangunan, yang punya landasan luas sebagaimana digaris-bawahi dalam laporan Komisi WHO baru-baru ini.
"Saran saya pada Myanmar ialah menerima laporan Komisi WHO itu, mengkaji kondisi sosial dan kesehatan dan membentuk mekanisme lintas departemen untuk menentukan bagaimana menerapkannya untuk menciptakan pertumbuhan awal yang baik bagi anak-anak, pendidikan, lapangan kerja, kondisi kerja, pastikan supaya tiap orang menerima upah minimum," katanya.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...