Lepas Kepala, Jangan Pegang Ekornya
Di mana pun di dunia ini, ketika ada orang bekerja bersama, tak ada yang lebih menghancurkan ketimbang terdemotivasinya bawahan.
SATU HARAPAN.COM – Pernah dengar gaya kepemimpinan situasional? Bergaya kepemimpinan sesuai kepribadian diri maupun perilaku bawahannya. Dalam setiap situasi, pribadi atasan maupun perilaku bawahan akan membentuk hubungan kepemimpinan yang khas di antara keduanya.
Sebagai contoh, dalam komunikasi keluarga, anak kedua yang berusia dua tahun pasti tidak akan diperlakukan sama dengan kakaknya yang berusia delapan tahun. Demikian juga dalam dunia kerja. Ada gaya telling, untuk berkomunikasi dengan bawahan yang memegang fungsi operasional sederhana seperti office boy, ada gaya participating untuk bawahan berkompetensi tinggi. Jangan coba-coba dibalik karena pasti akan menuai bencana. Istilah yang biasa kita gunakan: kekacauan kerja, sakit hati, produktivitas rendah. Dan semua itu sering terjadi karena miskomunikasi.
Lebih dari berbagai gaya kepemimpinan, ada satu hal yang jauh lebih penting yaitu: KEPERCAYAAN. Apa pun gaya yang digunakan atasan, jika ada kepercayaan di antara kedua pihak, bencana akan terhindari. Atasan memercayai bawahan, bawahan memercayai atasan. Percaya yang sesungguhnya! Percaya yang membuat kedua pihak nyaman. Tidak mencurigai adanya ketidaktulusan, ”agenda tersembunyi” yang tidak terucapkan, namun terbaca dari bahasa tubuh.
Waspadalah, bahasa tubuh Anda berbicara lebih keras dari bahasa lisan Anda. Jika Anda pemimpin, jadilah diri Anda, jangan menjadi orang yang Anda inginkan. Hanya dengan demikian Anda akan terbaca sebagai layak dipercaya. Jika bahasa tubuh Anda, seperti tatapan mata, posisi tangan atau gerakan tangan, postur tubuh, menunjukkan bahwa Anda ”berusaha baik”, dan bukan baik yang sesungguhnya, pasti akan terbaca oleh pihak lain. Orang yang paling sederhana pun akan bisa merasakan apakah Anda tulus atau mengada-ada. Jangan pernah berpikir bahwa seorang yang berpikiran sederhana tak bisa membaca diri kawan bicara! Mereka akan merasakan, sekalipun tak dapat mendeskripsikannya.
Sebagai atasan, salah satu cara untuk membuktikan rasa percaya kepada bawahan adalah dengan tidak melepaskan kepala sambil memegangi ekor. Jika melepas kepala, lepaskanlah juga ekornya agar bisa maju ke depan. Maksudnya, kepercayaan harus diberikan dengan sungguh, bukan sintetis, di mana kepercayaan yang dikatakan tidak dinyatakan dalam tindakan. Kepercayaan adalah ketika atasan mendelegasikan pekerjaan tanpa terus-menerus menginterogasi perkembangan tugas, atau mencecar dengan pertanyaan yang memojokkan, mengkritik, atau bahkan berbicara di belakang mengenai ketidakmampuannya.
Jika salah satu hal itu dilakukan atasan, niscaya bawahan akan merasa tidak dipercaya, merasa dianggap bodoh, dinilai tak bisa memenuhi tuntutan pekerjaan. Itu pun tak perlu terjadi berkali-kali. Cukup satu kali saja tanda ketidakpercayaan itu ditunjukkan oleh atasan, sudah cukup untuk membuat bawahan ragu akan kepercayaan Sang Atasan kepadanya; dan ia pun akan ragu memercayakan dirinya kepada Sang Atasan. Akibatnya: pastilah demotivasi. Di mana pun di dunia ini, ketika ada orang bekerja bersama, tak ada yang lebih menghancurkan ketimbang terdemotivasinya bawahan. Perusahaan bisa merugi, lembaga bisa tertekan secara finansial atau sosial. Selama orang yang bekerja di dalam perusahaan memiliki motivasi karena dipercaya, maka harapan untuk selamat dan berkembang akan lebih pasti.
Kepercayaan adalah unsur paling penting dalam hubungan antarmanusia. Ujilah diri Anda seberapa jauh Anda membangun rasa percaya dengan orang lain yang bekerja bersama Anda, baik atasan maupun bawahan. Hasil gemilang atau kehancuran perusahaan sangat ditentukan oleh kepercayaan.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...