LIPI: Aksi Terorisme di Thamrin Bukan Rekayasa
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Profesor Riset Bidang Perkembangan Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Hermawan Sulistyo, mengatakan peristiwa serangan terorisme di Kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, hari Kamis (14/1) lalu, tidak direkayasa. Pernyataan itu menjawab kecurigaan yang muncul di publik lantaran cepatnya polisi melumpuhkan para pelaku teror.
Dia juga menilai, dalam peristiwa itu, aparat kemananan tidak kecolongan. Sebab, setelah serangkaian ancaman teror jelang Hari Natal 2015 dan pergantian tahun 2016, sejak bulan November 2015, lokasi meledaknya bom sudah dijaga petugas Pengamanan Objek Vital (Pamobvit).
"Peristiwa bom Thamrin itu tidak direkayasa dan tidak benar disebut kecolongan," kata Hermawan di Widya Graha LIPI, Jakarta Pusat, hari Jumat (22/1).
Sementara, terkait anggapan yang menyebutkan aparat kemanan kecolongan sehingga aksi terorisme terjadi, dia membantah. Menurutnya dua bom yang tidak diledakkan oleh pelaku merupakan buktinya. “Kalau dibilang kecolongan, bomnya pasti meledak semua,” kata Hermawan.
Menurutnya, di lokasi terdapat enam bom yang dipersiapkan pelaku. Empat bom meledak, sementara dua bom besar belum sempat diledakkan. Karena pelaku berhasil dilumpuhkan oleh pihak kepolisian lebih dahulu.
Beda dengan Paris
Lebih lanjut, Hermawan mengatakan bahan peledak atau bom yang digunakan pelaku teror hampir sama dengan model bom yang dipakai pelaku terorisme di Masjid Markas Kepolisian Resort Kota (Mapolresta) Cirebon pada tahun 2011.
Hermawan menduga, bom yang digunakan Afif satu jaringan dengan bom di Cirebon. "Bahan dasarnya itu apa, saya belum tahu. Kalau bom yang kecil (di Thamrin) itu bondet atau bom ikan," ujarnya.
Dia menjelaskan, semuah pihak bisa membuat bom ikan dengan mudah. Bom ini sudah biasa digunakan nelayan di pesisir untuk menangkap ikan.
Hermawan juga menilai pola serangan teror di Kawasan Sarinah berbeda dengan kejadian teror di Kota Paris, Prancis, bulan November 2015 silam. Di Paris, pelaku teror memberondong sipil, sementara pelaku teror di Kawasan Sarinah lebih menyasar aparat kepolisian.
"Senjata mereka (di Paris) dahsyat. Ya tetapi polanya mirip-mirip ya. Jadi, kalau kita lihat, ada bom kecil, gede, mancing orang, begitu keluar, (senjata) diberondongkan di gedung konser itu," ujar Hermawan.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...