Luhut Pandjaitan: Target Pajak Jokowi bukan Angka Hura-hura
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Staf Kepresidenan, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan target Presiden Joko Widodo untuk menaikkan penerimaan pajak tahun ini yang sebesar 31,4 persen, bukan angka hura-hura. Ia mengatakan angka itu ditetapkan setelah mengumpulkan Kanwil-Kanwil Pajak seluruh Indonesia untuk mendapat masukan, kemudian dikalkulasi dan dihitung potensinya.
"Presiden Jokowi ditanya target pajak yang naik hampir 40 persen. Apakah ini bisa tercapai? Padahal tahun-tahun sebelumnya, penerimaan pajak hanya naik 5 persen per tahun. Itu pun sulit tercapai. Dengan tegas presiden menjawab, bisa!," kisah dia Luihut lewat situs pribadinya, www.luhutpandjaitan.com, Kamis (5/3).
"Target kenaikan pajak tahun ini sebesar 31,4 persen bukan angka hura-hura. Pemerintah telah mengundang Kanwil-Kanwil Pajak untuk mendapat masukan, kemudian dikalkulasi, dihitung potensinya," kata mantan menteri perindustrian dan perdagangan pada pemerintahan Abdurrahman Wahid.
Menurut Luhut, rasio pendapatan pajak Indonesia masih 11 persen dari Gross Domestic Product (GDP). Pemerintah ingin mencapai 13 persen di tahun ini dan membidik angka 16 persen di akhir periode pertama Presiden Jokowi.
"Kalau ini tercapai, maka target penerimaan pajak dan bea cukai kita yang saat ini sebesar Rp1.489,3 triliun, bukan tak mungkin menjadi dua kali lipat, yakni Rp2.500 triliun di tahun 2019."
Diakuinya tidak mudah meningkatkan pendapatan pajak. Masalahnya, pajak di Indonesia bukan berkaitan dengan intensifikasi, melainkan ekstensifikasi.
"Namun potensi kita besar sekali. Saat ini pembayar pajak di Indonesia hanya 8,8 juta jiwa dan 550 ribu perusahaan dari 67 juta jiwa dan 12 juta perusahaan wajib pajak yang terdaftar. Dari angka itu, banyak golongan menengah belum punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), jumlahnya jutaan. Pemilik NPWP baru sekitar 25 juta, terdiri 20 juta perorangan dan 5 juta perusahaan," tutur dia.
Luhut mengatakan Presiden Joko Widodo telah menyetujui tiga cara untuk meningkatkan pajak.
Pertama, menambah jumlah pegawai penarik pajak.
Kedua, proses pembayaran pajak dilakukan secara elektronik.
Ketiga, memberikan insentif pengurangan persentase pajak atau memberi waktu untuk mencicil.
Dengan melakukan efisiensi pajak, fiskal kita membesar, dana pembangunan infrastruktur juga semakin meningkat. Kalau ini terjadi, saya optimistis pertumbuhan ekonomi tumbuh di atas 7 persen dalam jangka waktu tiga tahun.
Tahun ini, alokasi anggaran infrastruktur paling besar dalam sejarah republik sekitar Rp 290 triliun. Kemudian penyertaan modal negara (PMN) ke BUMN juga terbesar dalam sejarah. Semua yang kita berikan melalui PMN juga fokus ke infrastruktur.
"Indonesia membutuhkan US$ 545 miliar dalam 5 tahun ke depan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Betapa pentingnya infrastruktur jalan, kereta api, dan lainnya," kata dia.
Luhut meyakini prediksi para analis bahwa Indonesia masuk tujuh atau lima besar ekonomi dunia, bukan hal yang tidak mungkin. "Sangat-sangat mungkin. Bukan hal yang sulit jika ada kemauan dengan melakukan penghematan-penghematan pada hal yang tidak prioritas."
Tetapi ia juga mengingatkan bahwa konsolidasi dan perbaikan sistem di era pemerintahan Jokowi membutuhkan waktu. "Mungkin belum bisa dilihat hasilnya dalam satu tahun ke depan. Sebab pemerintah masih mengharmonisasikan berbagai macam aturan-aturan yang tumpang tindih."
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...