Lunturnya Kebebasan Pers Hong Kong Memprihatinkan
HONG KONG, SATUHARAPAN.COM - Lunturnya kebebasan pers di Hong Kong menjadi keprihatinan mendalam dan warga didesak untuk mengantisipasi hilangnya kebebasan secara bertahap, kata Sekretaris Jendral Amnesty International, Rabu (28/5).
Dua tokoh senior dari Kelompok Media Hong Kong Morning News diserang pada Maret, beberapa minggu setelah Kevin Lau -- mantan editor harian liberal Ming Pao -- luka parah akibat serangan dengan pisau.
"Amnesty International sangat prihatin dengan menurunnya kebebasan berekspresi di Hong Kong... lunturnya kebebasan berekspresi terjadi secara bertahap dan ini serius," kata Sekjen kelompok HAM tersebut, Salil Shetty dalam pidatonya.
Ia mengatakan berbagai organisasi seperti Jurnalis Tanpa Batas dan Rumah Kebebasan menegaskan bahwa Tiongkok menancapkan pengaruhnya terhadap media Hong Kong -- melalui tekanan langsung atau campur tangan tidak langsung oleh editor atau pemilik media untuk kepentingan wilayah Tiongkok daratan.
"Bahayanya tentu saja, serangan terhadap kebebasan pers akan menyebabkan rakyat menghindar untuk berbicara dan ketakutan akan membuat mereka diam," kata Shetty seraya menambahkan bahwa harapan masih tetap ada.
"Seseorang harus melihat apa yang terjadi setelah Kevin Lau diserang. Sesuatu yang sangat menakjubkan dan inspiratif terjadi -- lebih dari 8 ribu orang berkumpul di jalanan di Hong Kong, dengan membawa slogan: `Mereka tidak bisa membunuh kita semua!`" katanya.
"Jika tujuan serangan itu adalah untuk membuat warga Hong Kong ketakutan, mereka sudah gagal."
Namun Shetty mengatakan kota tersebut harus mewaspadai lunturnya kebebasan berekspresi.
"Jatuhkan katak ke dalam air mendidih dan ia akan cepat melompat keluar, panaskan air perlahan-lahan dan katak itu akan membiarkan dirinya direbus sampai mati," katanya.
"Kita tidak akan membiarkan air itu mencapai titik didihnya."
Bekas koloni Inggris itu mendapat jaminan kebebasan pers dan kebebasan berpendapat, di samping hak-hak lainnya, berdasarkan kesepakatan saat penggabungan ke Tiongkok pada 1997 sebagai wilayah semi-otonomi.
Namun, muncul keprihatinan bahwa Tiongkok ingin mengetatkan kendali atas kota itu dan sebagai akibatnya kebebasan media dihilangkan.
Komite untuk Perlindungan Jurnalis yang bermarkas di New York mengatakan pada Februari, kebebasan media di Hong Kong saat ini berada pada titik terendah.
Komite tersebut menyebutkan adanya sensor-diri di kalangan wartawan, ancaman finansial dan fisik terhadap media dan langkah legislatif yang bisa menghambat dilakukannya laporan investigasi.
Lau diserang dengan parang di siang hari bolong pada Februari oleh dua lelaki yang melarikan diri dengan sepeda motor curian.
Serangan itu terjadi beberapa minggu setelah ia disingkirkan dari posisi puncak di harian liberal Ming Pao dan digantikan oleh editor yang pro-Beijing. (AFP)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...