Mahasiswa UGM Teliti Curik Bali dengan Bioakustik
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Aristya Setyaningrum, mahasiswa S1 Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, mempelajari bioakustik burung curik bali. Penelitian itu dilakukan karena belum ada data yang menjelaskan mengenai suara burung curik bali secara terperinci, serta adanya kesulitan dalam menentukan jenis kelamin burung tersebut, atau yang disebut dengan monomorfisme.
Bioakustik merupakan ilmu biologi terapan yang mempelajari karakteristik suara, organ suara, fungsi suara, fisiologi suara, analisis suara, dan manfaat suara pada hewan. Masih asing di Indonesia dan belum banyak studi hayati menggunakan pendekatan bioakustik, pendekatan bioakustik telah banyak digunakan di negara-negara Eropa dan Amerika untuk mempelari hewan, di antaranya untuk mempelajari perilaku, neuro, genetik, dan lain-lain.
“Dalam karakterisasi, suara merupakan salah satu karakter pembeda antara burung jantan dan burung betina, karena pada umumnya burung yang memiliki suara melodious atau berirama adalah burung jantan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi variasi suara burung curik bali serta mempelajari perbedaan karakter suara burung jantan dan burung betina,” Aristya menjelaskan, Jumat (28/11).
Penelitian dilakukan di Taman Nasional Bali Barat, khususnya di Pusat Pembinaan Curik Bali di Tegal Bunder dan habitat pascarilis di Pura Segala Rupek. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan voice recorder dengan mode linear.
Data rekaman suara yang diperoleh dianalisis menggunakan software Avisoft SAS-Lab versi lite, dihasilkan spektrogram dan nilai kuantitatif penyusun suara tersebut meliputi frekuensi, durasi, interval, jumlah frasa, silabel, dan elemen. Aristya menjelaskan, dari penelitian bioakustik ini didapatkan bahwa burung curik bali memiliki 15 tipe suara yang terdiri atas 10 suara panggilan (call) dan lima suara nyanyian (song).
“Dalam 10 tipe suara panggilan tersebut, delapan di antaranya merupakan tipe suara panggilan jantan dan dua sisanya tipe panggilan betina,” kata mahasiswa angkatan 2010 itu.
Dia menambahkan, dari hasil penelitiannya, pada tipe panggilan jantan 2 memiliki kemiripan dengan tipe panggilan 9 yang dilakukan burung betina, tetapi memiliki perbedaan pada nilai fundamental frekuensi yang berbeda. Burung jantan memiliki rata-rata nilai fundamental frekuensi yang lebih tinggi daripada individu betina.
Aristya menjelaskan, perbedaan karakter suara pada burung jantan dan burung betina terletak pada variasi suara burung jantan lebih banyak daripada burung betina serta nilai fundamental frekuensi pada burung jantan rata-rata lebih tinggi daripada burung betina.
“Penelitian ini merupakan penelitian awal dan dasar mengenai bioakustik burung curik bali. Ke depan perlu penelitian lebih lanjut untuk melengkapi data spesies dan mendukung program konservasinya,” Aristya menambahkan. (ugm.ac.id)
Editor : Sotyati
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...