Mahfud: Politik Oligarki Harus Dihentikan
CIREBON, SATUHARAPAN.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan politik oligarki yang terjadi di pemerintahan harus dihentikan, karena telah terjadi suatu siklus yang tidak baik dalam politik oligarki.
"Dari oligarki melahirkan transaksi, transaksi melahirkan oligarki," kata Mahfud dalam acara seminar bertajuk Meluruskan Reformasi Penegakan Hukum di Indonesia Dalam Konstelasi Politik, di IAIN Syeh Nurjati Cirebon, Cirebon, Selasa (18./2).
Politik oligarki, dikatakannya, merupakan sistem politik yang membuat pengambilan keputusan-keputusan penting dikuasai oleh sekelompok elit penguasa partai politik. Karenanya jabatan pimpinan parpol menjadi rebutan banyak pihak. Banyak orang berebut untuk bisa menduduki jabatan pimpinan parpol dan tidak sedikit yang menggunakan uang untuk meraihnya.
Pihaknya mengatakan saat ini hampir tak ada parpol yang benar-benar mewakili aspirasi rakyat.
Menurut dia, jabatan-jabatan di parpol saat ini banyak yang tersandera oleh politik uang, sehingga dalam meraih jabatan, caleg tersebut harus memiliki dukungan dana dari pihak tertentu dan jika nantinya terpilih, mereka akan cenderung melakukan korupsi demi mengembalikan dana yang telah dikeluarkan.
Mahfud meminta kesadaran dari masyarakat untuk tidak memilih pemimpin yang tersandera politik oligarki ataupun politik transaksional. "Ini harus dihentikan, ini tantangan kita semua untuk memperbaiki politik bangsa," katanya.
Dia menyoroti bahwa politik oligarki seperti itu menyebabkan aspek pembangunan hukum berjalan timpang, baik dari substansi hukum (perundangan) maupun struktur hukum (aparat penegak hukum).
Menurut dia, kondisi hukum di Indonesia saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Hal ini karena, menurut dia, pengadilan yang harusnya menjadi lembaga tempat masyarakat untuk mencari keadilan, malah dicederai oleh tindakan korup yang dilakukan oleh para penegak hukum.
Hal ini terlihat dari tertangkapnya mantan Ketua MK Akil Mochtar akibat kasus suap dalam Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Timur dan Kabupaten Lebak, Banten, beberapa waktu lalu.
"Itu baru terjadi di Indonesia, di negara lain nggak ada, itu akibat produk oligarki politik," kata dia.
Menurut dia, upaya memperbaiki hukum di Indonesia harus dengan mengubah wajah perpolitikan, yang artinya terjun ke dunia politik. Berpolitik, menurut dia, bukan berarti harus berafiliasi dengan parpol, tetapi berupaya untuk memiliki posisi politik yang cukup strategis agar mampu memperbaiki sistem yang salah selama ini.
"Memperbaiki negara untuk membangun kemakmuran tidak bisa dilakukan dengan baik tanpa mempunyai posisi politik, maka berpolitik itu, wajib hukumnya," kata dia. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...