Makin Banyak Warga Ingin Keluar dari Hong Kong
HONG KONG, SATUHARAPAN.COM - Kajian terbaru menunjukkan satu dari 10 warga terkaya Hong Kong ingin pindah dari negaranya. Survei terhadap lebih dari 3.000 orang itu dilakukan oleh Pusat Riset Ilmu Sosial pada Universitas Hong Kong.
Pengacara Jean-Francois Harvey, dari biro hukum 'Harvey Law Corporation' mengatakan, kantornya melihat kenaikan 50 persen di antara klien mereka yang ingin pindah ke luar negeri.
“Dua atau tiga tahun terakhir kami melihat semakin banyak orang Hong Kong yang beremigrasi keluar Hong Kong, terutama ke Taiwan, Amerika dan Kanada untuk pensiun, untuk mencari kualitas hidup yang lebih baik dan sebagainya. Kami juga melihat semakin banyak siswa yang pergi belajar keluar negeri dan tidak kembali lagi,” kata Harvey.
Survei itu menemukan, jumlah jutawan di Hong Kong yang memiliki aset likuid minimal 1,3 juta dollar (Rp 168 miliar) telah meningkat 14 persen.
Survei itu juga menunjukkan 11 persen kalangan multi-miliuner Hong Kong mempertimbangkan, untuk beremigrasi dalam lima tahun mendatang. Sekitar 43 persen memilih Kanada sebagai tujuan utama, disusul Inggris.
Banyak orang-orang itu, merasa tidak puas dengan sistem pendidikan dan lingkungan di Hong Kong, sehingga ingin pergi. Lainnya mengatakan menguatnya pengaruh pemerintah pusat Tiongkok, dan aksi demonstrasi pro-demokrasi tahun lalu telah mendorong mereka untuk meninggalkan Hong Kong.
Tidak semua pengacara melihat tren kenaikan emigrasi. Eugene Chow, misalnya.
“Biasanya orang-orang ini lebih kaya dan memiliki kepentingan lebih banyak di Hong Kong. Mereka punya karir bagus dan Hong Kong menetapkan pajak rendah. Ada banyak kesempatan ekonomi di Hong Kong dan saya tidak melihat arus banyak orang yang datang untuk minta bantuan pindah ke Amerika atau tempat-tempat lain yang biasanya jadi tujuan imigran,” kata Chow.
Biaya hidup di Hong Kong yang meroket, mungkin menjadi alasan lain orang ingin beremigrasi.
Ma Ngok, profesor Fakultas Pemerintahan dan Administrasi pada Universitas China di Hong Kong, mengatakan melonjaknya emigrasi akan berdampak buruk terhadap kawasan itu.
“Saya rasa emigrasi tidak akan menyelesaikan masalah-masalah Hong Kong. Hong Kong membutuhkan lebih banyak orang yang berkomitmen untuk tinggal, dan memperjuangkan masa depan yang lebih baik,” katanya.
Arus emigrasi besar-besaran melanda Hong Kong pada tahun 1980an dan 1990an dipicu kecemasan setelah Inggris, yang saat itu menjajah kawasan itu, sepakat untuk mengembalikannya kepada Tiongkok. Kesepakatan itu resmi berlaku tahun 1997. (voaindonesia.com)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...