Malaysia Dinilai Tidak akan Maju jika Tetap Negara Islam
KUALA LUMPUR, SATUHARAPAN.COM - Malaysia diminta menanggalkan statusnya sebagai negara Islam bila ingin menjadi negara maju dan tidak tertinggal oleh negara tetangga, seperti Singapura dan Indonesia.
Malaysia dewasa ini dinilai semakin ekstrim dalam kebijakan-kebijakannya yang sarat dengan semangat Islamisasi, dan lebih menekankan peraturan ketimbang substansi nilai-nilai.
Kritik ini disuarakan oleh Datuk Zaid Ibrahim, mantan petinggi Partai UMNO, partai yang berkuasa di Malaysia dan juga mantan menteri di era Tun Abdullah Ahmad Badawi.
Dalam beberapa hari terakhir, pendapat Zaid Ibrahim sering dikutip oleh media Malaysia, oleh karena komentar-komentarnya yang tajam dan pedas, yang dia sampaikan melalui blog pribadinya, The Zaidgeist.
"Tidak ada negara Islam di dunia ini yang makmur dan demokratis, atau menghargai martabat individu. Jika Perdana Menteri Malaysia ingin Malaysia damai dan progresif pada tahun-tahun mendatang, ia tidak boleh menjadikan agama sebagai titik sentral kebijakan pemerintahannya," kata Zaid Ibrahim dalam salah satu tulisan di blognya, yang disebarluaskan The Malay Mail.
"Dia harus menempatkan kepercayaannya untuk membangun negara dimana para pemimpin yang baik berkomitmen memerintah secara benar, yang titik sentralnya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan membangun hidup spiritual mereka. Kalau bicara tentang mencari jalan Tuhan, masyarakat harus dibiarkan mengikuti langkahnya sendiri, itu bukan urusan pemerintah," kata tokoh yang oleh The Economist pernah dinobatan sebagai "Menteri Paling Menjanjikan di Kabinet."
Zaid Ibrahim terutama memprihatinkan kecenderungan pemerintah Malaysia yang menerapkan aturan-aturan ekstrim yang seolah-olah merupakan ajaran Islam, namun menurut Zaid, tidak mencerminkan nilai-nilai Islami.
Ia menilai, pemerintah Malaysia dewasa ini terlalu puas dengan menerapkan larangan dan berlomba-lomba menarik popularitas dengan cara menunjukkan diri sebagai pemimpin Islam. Tetapi di lain pihak, mereka tidak memikirkan dampak dari kebijakan yang diambil.
"Mereka berpikir bahwa jika mereka bisa membuat undang-undang yang cukup dan menerapkan cukup larangan, maka itu berarti Maqasid asy-syariah dicapai. Mereka hanya ingin memamerkan kepada dunia untuk "membuktikan" betapa Islamnya Malaysia," tutur dia.
Padahal, kata Zaid, konsekuensi dari kebijakan-kebijakan tersebut tidak diperhitungkan. Sebab, lanjut dia, mereka sebetulnya tidak tertarik pada makna yang lebih dalam dari Islam, yang menekankan perilaku etis dan integritas pribadi para pemimpin.
"Mereka tidak ingin kita bertanya mengapa monopoli ekonomi merajalela di negara Islam ini, atau mengapa orang dipaksa untuk mendukung UMNO / Barisan Nasional jika mereka menjadi pegawai negeri atau di universitas," lanjut salah seorang pengacara terkemuka di Malaysia ini.
"Mereka tidak mempertanyakan mengapa para pemimpin menggunakan jet pemerintah untuk penggunaan pribadi adalah Islami, atau apakah pemecatan Wakil Rektor universitas karena bersimpati kepada mahasiswa adalah Islami."
Secara terus terang Zaid Ibrahim mengemukakan kekecewaannya atas berbagai penerapan hukum Islam di Malaysia.
"Saya kecewa ketika melihat beberapa tanda-tanda di hotel di Penang akhir pekan lalu yang memperingatkan umat Islam untuk tidak memiliki minuman beralkohol. Muslim seharusnya sudah tahu akan hal ini, jadi mengapa repot-repot untuk membuat tanda-tanda larangan itu? Lagipula, meminum minuman beralkohol adalah salah satu dosa saja yang mungkin dilakukan di sebuah hotel. Dosa lainnya bisa juga dilakukan seperti berzinah, membayar uang suap kepada para pengambil keputusan, berjudi, atau bahkan berpakaian dengan tidak senonoh. Mengapa tidak memasang juga tanda-tanda larangan terhadap semua dosa ini?," tanya dia.
Zaid mengatakan pemerintah Malaysia saat ini lebih mementingkan penampilan daripada substansi dalam menerapkan syariah Islam. Maka terkait dengan hal itu, belum lama ini Zaid meminta G25, yaitu sekelompok mantan pejabat negara Malaysia yang akan bertemu dengan PM Najib Razak, mengimbau PM itu untuk mendeklarasikan Malaysia bukan negara Islam. Menurut dia, mengakhiri Islamisasi di Malaysia sangat krusial bagi stabilitas negara.
Editor : Eben Ezer Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...