Malaysia Tolak Sekolah Indonesia Beroperasi di Sarawak
KUCHING, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah negara bagian Sarawak mengatakan tidak akan mengizinkan berdirinya Sekolah Indonesia yang rencananya akan dibangun di negara bagian itu. Padahal, sekolah serupa sudah beroperasi di Kota Kinabalu, Sabah, untuk melayani kebutuhan pendidikan anak-anak pekerja Indonesia di perkebunan kelapa sawit negara itu.
Sebaliknya, Kementerian Kesejahteraan, Perempuan dan Pembangunan Keluarga, yang bertanggung jawab atas pendidikan di negara bagian tersebut, memutuskan mengizinkan dibangunnya Community Learning Centers (CLC). Ini adalah pusat pembelajaran masyarakat di perkebunan-perkebunan kelapa sawit, yang selama ini sudah ada, tetapi dinilai kurang memadai.
Sejauh ini, menurut thestar.com.my, 16 pemilik perkebunan kelapa sawit, terutama di Bintulu dan Miri, menyatakan minat untuk mengoperasikan CLC. Jumlah murid di 16 perkebunan tersebut diperkirakan mencapai 770 orang, namun perkiraan lain mengatakan jumlahnya ribuan.
Dilaporkan juga bahwa pejabat pemerintah Malaysia akan mengunjungi percontohan CLC tersebut pada 20 Januari ini.
Kementerian Kesejahteraan, Perempuan dan Pembangunan Keluarga Malaysia, Datuk Fatimah Abdullah, mengatakan pihaknya juga telah menerbitkan perubahan kebijakan lain, termasuk persyaratan untuk memiliki CLC bagi pemilik perkebunan di Malaysia.
"CLC hanya dapat dimiliki dan dioperasikan oleh pemilik perkebunan. Apa implikasi dari perubahan ini? Nah, akuntabilitasnya ada pada pemilik. Ini bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan mereka untuk kesejahteraan pekerja mereka," kata Fatimah kepada wartawan di Jakarta, Rabu (13/1).
Ini berbeda dengan CLC yang beroperasi di negara bagian Sabah, dimana sejumlah CLC didirikan dan dimiliki oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI).
Keprihatinan Jokowi
Tahun lalu, Presiden Indonesia, Joko Widodo menandatangani kesepakatan dengan Pemerintah Malaysia untuk menyediakan pendidikan untuk anak-anak pekerja Indonesia di Sarawak dan Sabah, yang bekerja di industri kelapa sawit. Ketika itu, Jokowi menyatakan keprihatinannya atas kurangnya fasilitas pendidikan bagi anak-anak pekerja kelapa sawit dari Indonesia. Ketika itu, Jokowi mengapresiasi pemerintah Malaysia yang dia katakan sudah memberikan izin bagi berdirinya CLC untuk para pekerja Indonesia.
Pemenuhan kebutuhan pendidikan dasar anak-anak pekerja Indonesia di Malaysia memang memprihatinkan. Di Biah, Sabah, misalnya, ratusan pelajar CLC terpaksa menempati sembilan ruangan seadanya. Ini dilakukan lantaran mereka tak memiliki cukup anggaran untuk membangun ruang belajar.
Parahnya, sebagaimana dilaporkan oleh Pikiran Rakyat, ruangan-ruangan itu sebenarnya tak layak pakai. Meerka memanfaatkan bangunan bekas gudang yang disekat-sekat dengan kayu dan paku seadanya menjadi sembilan ruang, tanpa tembok.
“Seluruhnya ada 747 pelajar SD dan SMP yang menggunakan sembilan kelas itu, dan agar semua bisa mendapat giliran, jam pelajaran dibagi dua shift," kata penanggungjawab CLC Biah, Bibiana Pulo Beda, kepada Konsul Jenderal RI Akhmad DH Irfan saat berkunjung ke sana bersama tim Satgas Perlindungan WNI KJRI Kota Kinabalu, Sabtu (9/1/2016).
Bahasa Melayu Wajib
Menurut laporan koran-koran dan media lainnya di Indonesia, ada sebanyak 51.000 anak-anak Indonesia di negara jiran tersebut dan diperkirakan 30.000 di antaranya tidak memiliki akses pendidikan dasar.
Fatimah mengatakan pembicaraan untuk mendirikan sekolah di sini dimulai di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
"Itu adalah negosiasi pemerintah dengan pemerintah (G to G). Indonesia yang meminta. Mereka meminta agar didirikan Sekolah Indonesia, yang akan didanai oleh mereka dengan kurikulum mereka. Kami belajar dari Sabah, di mana banyak Sekolah Indonesia telah dibentuk," kata dia.
"Kami membuat keputusan untuk mengizinkan CLC tapi tidak Sekolah Indonesia," katanya.
Persyaratan lain yang berkaitan dengan CLC, kata Fatimah, yaitu Bahasa Melayu, Sejarah, Studi Islam dan Moral harus diajarkan di sekolah tersebut.
Di sisi lain, anak-anak warga Malaysia yang bekerja di perkebunan tersebut tidak diizinkan untuk mendaftarkan diri.
"Namun, kita mungkin menawarkan beberapa fleksibilitas pada kasus-per kasus. Ini adalah keyakinan pribadi saya sendiri bahwa anak-anak warga Malaysia akan lebih baik bila belajar di sekolah-sekolah Malaysia, "kata Fatimah.
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...