Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta 08:50 WIB | Kamis, 18 Juli 2013

Malik Fajar: Jangan Mengaku Muhammadiyah Kalau Membiarkan Minoritas Tertindas

Abdul Malik Fadjar, mantan Menteri Pendidikan dan Menteri Agama saat memberikan tanggapan tentang buku Islam Syariat, Rabu (17/7) di Jakarta. (Foto: Prasasta)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Jangan sesekali mau mengaku sebagai warga Muhammadiyah kalau membiarkan kelompok minoritas Syiah Sampang tertindas.Hal ini dikatakan Dr. Malik Fajar, pada peluncuran buku Islam Syariat, Reproduksi Salafiyah Ideologis di Indonesia, yang berlangsung di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya, Jakarta, Rabu (17/7).

“Anda yang hadir pada saat ini, apabila Anda ada yang sudah mulai puasa hari Selasa minggu lalu, berarti Anda Muhammadiyah. Tetapi Anda jangan mau mengaku sebagai warga Muhammadiyah apabila membiarkan warga Syiah Sampang mencari masa depannya sendiri,” ujar Malik.

Tatkala Malik Fajar masih menjabat Menteri Agama dia mengatakan bahwa sudah ada beberapa kelompok-kelompok yang ingin menegaskan tentang pentingnya syariat dan harus diterapkan secepat mungkin di Indonesia.

“Dulu saat saya Menteri Agama, isu tentang syariat belum terlalu mengemuka seperti sekarang, dan belum ada kasus seperti Ahmadiyah, Syiah dan sebagainya," kata Malik.

Penerapan syariat, menurut Malik, harus dimulai dari keluarga dulu, karena syariat pada dasarnya harus berpatokan pada pemuliaan akhlak. Malik menyatakan bahwa keluarga merupakan cermin syariat apabila terdapat kecerdasan akhlak.

“Kalau mau berbicara akhlak, dimulai dulu dari keluarga, karena masing-masing individu harus saling mencerdaskan akhlak baru mulai berbicara tentang syariat,” lanjut Malik.

Malik menjelaskan pula bahwa setelah prinsip-prinsip syariat dalam keluarga berhasil dibangun dan kokoh, maka barulah syariat dalam masyarakat ditegakkan.

Malik menganggap bahwa setelah reformasi malah terjadi kedangkalan makna dalam penegakan syariat, karena hanya sekadar formalitas. “Saat ini syariah, atau syariah apapun namanya, dipahami apa yang terlihat di depan mata, wanita berjilbab, pria berjanggut, dan tingginya frekuensi beribadah, akan tetapi tindak terorisme dan korupsi tidak berhenti,” kata Malik Fajar.

Walau dahulu Malik Fajar sempat menjabat Menteri Agama, tetapi dia tidak menutup pintu kritik bagi instansi yang dahulu pernah dipimpinnnya itu.

“Kementerian Agama seharusnya menjadi wadah dalam mewujudnyatakan Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945, bukannya mengkebiri hak-hak beribadah minoritas,” ujar Malik Fajar. “Kementerian Agama selaku wakil pemerintah juga mensosialisasikan cakrawala pandang baru tentang syariah di Indonesia agar tidak lagi terjadi pendangkalan makna,” kata Malik Fajar.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home