Mantan JI: Teroris Rekrut Anggota di Penjara
MATARAM, SATUHARAPAN.COM – Mantan tokoh/aktivis Jamaah Islamiyah (JI) Ustadz Abdul Rahman Ayub mengatakan teroris yang tertangkap hingga menjalani hukuman, masih tetap merekrut anggota baru yang ditemui di penjara.
"Hasil keliling ke berbagai penjara, saya melihat langsung bahwa teroris itu tetap merekrut anggota baru yang ditemui dan dibina dalam penjara. Itu sebabnya jumlah anggota jaringan teroris semakin banyak," kata Ayub, dalam diskusi publik Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan jurnalis Nusa Tenggara Barat (NTB), di Mataram, Rabu (30/10).
Diskusi publik itu diikuti lebih dari 50 orang wartawan media cetak dan elektronik serta media "online".
Dari unsur BNPT hadir Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Mayjen TNI Agus Surya Bhakti, dan Deputi II Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Irjen Pol Arif Dharmawan, dan Direktur Pencegahan BNPT Kombes Pol R Antam November.
Penyelenggara diskusi publik menghadirkan Ustadz Abdul Rahman Ayub, yang pernah terlibat dalam berbagai gerakan di Eropa, Australia dan Asia, termasuk di Indonesia.
Turut hadir dalam diskusi tersebut Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTB H Mudjitahid, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB Prof Syaiful Muslim, dan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri (Kesbangpoldagri) Provinsi NTB H Nasibun.
Ustadz Ayub mengaku tidak bisa memastikan jumlah anggota teroris yang beraktivitas di wilayah Indonesia, namun ia meyakini jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun, akibat pola rekrut yang juga berlangsung dalam penjara.
Dia menyebut sejumlah teroris yang sedang dipenjara, malah memiliki santri baru yang direkrut di dalam penjara.
Awalnya, santri teroris itu terlibat tindak pidana kriminal biasa, yang kini malah bersedia menjadi "pengantin" eksekusi jihad terorisme.
"Saya tidak tahu pasti berapa jumlahnya, karena memang susah dideteksi, tapi memang meningkat. Kalau dulu pola rekrut harus diawali dengan `bai`at` maka sekarang tidak, ketemu langsung diajak dan umumnya orang yang diajak merupakan kelompok frustrasi yang kecewa terhadap aparat," ujarnya.
Karena itu, kata Ayub, sudah saatnya dibangun pusat rehabilitasi para teroris, yang tidak memberi ruang afiliasi dengan pihak lain, atau peluang merekrut anggota baru untuk menjadi bagian dari jaringan terorisme.
Maksudnya, agar pelaku kriminal di berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) tertutup peluangnya untuk terkontaminasi ajaran sesat yang dibawa para teroris.
"Saya juga pernah menemui beberapa orang, yang dulunya kriminal biasa sekarang malah jadi bagian dari calon pelaku teror. Ini perlu mendapat perhatian," ujarnya. (Antara)
KIPMI: Vaksin Program Nasional Tidak Mengandung Babi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pembina Komunitas Ilmuwan dan Profesional Muslim Indonesia (KIPMI) dr. Ra...