Mantan Menko Rizal Ramli Dipanggil KPK Terkait BLBI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli untuk dimintai keterangan terkait pemberian SKL (Surat Keterangan Lunas) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
“Kaitannya dengan kasus BLBI, soal SKL, katanya KPK serius mau menyelesaikan kasus ini dan lain-lain juga sudah dipanggil,” kata Rizal saat tiba di gedung KPK di Jakarta, Senin (22/12).
Namun Rizal enggan menjelaskan mengenai kasus tersebut lebih lanjut.
“Saya jelasin dulu kepada KPK,” ujar Rizal singkat.
Dalam penyelidikan BLBI, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat pada Kabinet Gotong Royong 2001-2004 yaitu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2001-2004, Laksamana Sukardi, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), I Putu Gede Ary Suta, mantan Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong 2001-2004, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, mantan Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000-2001, Rizal Ramli, mantan Menteri Keuangan 1998-1999, Bambang Subiyanto, Menko Perekonomian 1999-2000 dan mantan Kepala Bappenas 2001-2004, Kwik Kian Gie.
KPK juga sudah mencegah seorang dari swasta yaitu Lusiana Yanti Hanafiah terkait dengan dugaan pemberian sesuatu kepada pegawai negeri dan atau penyelenggara negara terkait perizinan pemanfaatan lahan sejak 4 Desember 2014.
Lusiana diduga mengelola tanah yang diberikan kepada penyelenggara negara yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan SKL.
Mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan BPPN berdasarkan Inpres No. 8 Tahun 2002 saat kepemimpinan Presiden Megawati yang mendapat masukan dari mantan Menteri Keuangan, Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dan Laksamana Sukardi.
Dari Rp 144,5 triliun dana BLBI yang dikucurkan untuk 48 bank umum nasional, sebanyak Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara karena tidak dikembalikan kepada negara, tapi baru 16 orang yang diproses ke pengadilan.
Sedangkan sisanya yaitu para obligor yang tidak mengembalikan dana mendapatkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Kejaksaan Agung karena mendapatkan SKL berdasarkan Inpres No. 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan PKPS.
Sejumlah bank yang mendapatkan SKL antara lain Bank Baja Internasional dengan tersangka Jean Rudy Ronald Pea, Bank Sewu Internasional (Lany Angkosubroto), Bank Papan Sejahtera (Njo Kok Kiong), Bank Istimarat dan Bank Pelita dengan tersangka Agus Anwar, Bank Hokindo (Hokiarto), Bank Dana Hutama (Hadi Purnama Chandra), dan Bank Umum Nasional (Bob Hasan).
Sedangkan Kejaksaan gung baru memproses 16 orang ke pengadilan. Dari 16 orang tersebut, tiga terdakwa dibebaskan pengadilan, 13 orang yang telah divonis hanya satu koruptor yang dijebloskan ke penjara, dua terdakwa lain tidak langsung masuk ke penjara dan sembilan terdakwa melarikan diri ke luar negeri.
Salah satunya adalah mantan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan perusahaan ban PT Gajah Tunggal Sjamsul Nursalim yang mendapatkan jatah Rp 52,72 triliun namun hingga saat ini Sjamsul belum memenuhi kewajiban pembayarannya dan sudah lari keluar negeri.
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai penjualan dari aset Salim yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk penyelesaian BLBI ternyata hanya 36,7 persen atau sebesar Rp 19,38 triliun dari Rp 52,72 triliun yang harus dibayar. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...