Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 07:20 WIB | Selasa, 17 Desember 2019

Mantan Pemimpin Fatah Palestina Diburu sebagai Teroris oleh Turki

Mantan Pemimpin Gerakan Fatah Palestina, Mohammed Dahlan. (Foto: dari Hurriyet)

ANKARA, SATUHARAPAN.COM-Mantan pemimpin Gerakan Fatah Palestina, Mohammed Dahlan, dimasukkan oleh Turki dalam  daftar teroris yang paling dicari. Negara itu bahkan menawarkan hadiah  10 juta Lira Turki (sepadan dengan 1,75 juta dolar AS) untuk informasi yang mengarah ke penangkapannya, kata Kementerian Dalam Negeri Turki, seperti dikutip media setempat, Hurriyet.

Ada sembilan orang teroris ditambahkan ke daftar orang yang dicari, termasuk empat yang paling dicari, kata pernyataan kementerian itu yang tertanggal hari Jumat (13/12).

Surat perintah penangkapan telah dikeluarkan terhadap Dahlan atas tuduhan berperan dalam kudeta yang digagalkan di Turki tahun 2016, "berusaha mengubah tatanan konstitusional dengan kekerasan," dan berbagai tuduhan terkait mata-mata, kata pernyataan itu.

Setelah gagal dalam kudeta 15 Juli, nama Dahlan muncul sebagai tersangka. Sumber-sumber keamanan Turki tingkat tinggi melaporkan UEA bekerja sama dengan komplotan kudeta, menggunakan pemimpin Fatah yang diasingkan itu sebagai perantara.

Menteri Dalam Negeri Turki mengatakan perang  melawan FETO (kelompok Fetullah Gulen, mantan sekutu yang jadi pengritik Presiden Recep Tayyip Erdogan) meliputi beberapa warga negara asing. "Mohammed Dahlan dan jaringannya akan segera terdaftar dalam daftar merah kami (teroris)," kata Mendagri, Suleyman Soylu sebelumnya.

Tuduhan Terlibat FETO

Dahlan diduga telah mentransfer uang ke komplotan di Turki pada pekan-pekan sebelum upaya kudeta dan berkomunikasi dengan FETO.

FETO dan pemimpinnya yang berbasis di Amerika Serikat, Fetullah Gulen, dituduh mengatur upaya kudeta pada 15 Juli 2016, yang menewaskan 251 orang dan hampir 2.200 lainnya terluka.

Ankara juga menuduh FETO berada di balik kampanye jangka panjang untuk menggulingkan negara melalui infiltrasi institusi Turki, khususnya militer, polisi, dan pengadilan.

Dahlan, menurut Turki, memiliki sejarah panjang berkomplot melawan revolusi Musim Semi Arab dan dituduh mengambil bagian dalam kontra-revolusi. Pada 2012, Dahlan bekerja sama dengan Menteri Pertahanan Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, untuk menggulingkan Mohamed Morsi, presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis.

Namanya juga muncul di Libya yang dilanda konflik, tempat dia mendukung, atas nama Uni Emirat Arab, komandan militer kontroversial, Khalifa Haftar, di Libya timur. Haftar (menurut catatan yang dikumpulkan satuharapan.com) menentang Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA), pemerintah yang telah meneken perjanjian kerja sama militer dan perbatasan maritim dengan Turki. Perjanjian itu, termasuk yang ditentang oleh Mesir di bawah al-Sisi dan juga Yunani.

Dahlan, mantan pejabat keamanan dan operator politik yang berbasis di Abu Dhabi, bersembunyi selama bertahun-tahun dalam bayang-bayang politik Palestina.

Dia dilahirkan pada 1961 di Khan Yunis di Jalur Gaza. Dahlan mengepalai aparat Keamanan Preventif Palestina di Gaza dari tahun 1995 hingga tahun 2000, dan mengikuti pembentukan Otoritas Palestina pada 1994.

Selama bertahun-tahun, pasukannya terlibat dalam aksi kekerasan dan intimidasi terhadap kelompok kritis, termasuk jurnalis dan anggota kelompok oposisi, terutama dari Hamas dan Jihad Islam. Menurut Turki, dia memenjarakan anggota kedua kelompok tersebut tanpa tuduhan resmi. Sejumlah tahanan tewas dalam keadaan mencurigakan selama atau setelah interogasi oleh pasukan Dahlan.

Pada 2007, Dahlan meninggalkan Gaza menuju kota Ramallah di Tepi Barat, setelah Hamas mengalahkan upayanya yang didukung Amerika Serikat, menurut laporan Hurriyet, untuk menggagalkan kontrol kelompok itu di jalur Gaza. Presiden AS, George W. Bush menggambarkan Dahlan pada waktu itu sebagai “anak kami”.

Di Ramallah, pada 2011, Dahlan diusir oleh Fatah setelah berselisih dengan Presiden Otoritas Palestina (PA), Mahmoud Abbas. PA menuduh Dahlan memperkaya dirinya sendiri melalui korupsi keuangan dan berkonspirasi untuk melemahkan Abbas.

Sejak itu, Dahlan tinggal di Uni Emirat Arab (UEA) dan menjadi penasihat Putra Mahkota Abu Dhabi, Muhammad bin Zayed, di mana dia merencanakan menentang revolusi Musim Semi Arab dan mengimplementasikan agenda intervensi UEA di negara-negara Arab dan kawasan sekitarnya.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home