Mari Elka Pangestu Menuju Ketua Sekjen WTO
JAKARTA - Mari Elka Pangestu tidak lama lagi termasuk dalam sembilan kandidat unggulan untuk menggantikan Sekretaris Jenderal (World Trade Organisation) atau Organisasi Perdagangan Dunia. Sosok yang dahulu pernah menjabat Menteri Perdagangan dan kini Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif itu menjadi satu-satunya kandidat perempuan yang dicalonkan untuk posisi bergengsi ini.
Desas-desus pencalonan dirinya tersebut menyeruak saat kunjungannya ke Brussel bersama Duta Besar RI Arif Havas Oegroseno, dalam rangka merayakan Nyepi atau Tahun Baru Saka 1935 bersama rakyat Hindu di Belgia dan Belanda.
Tentu saja, kunjungannya pada Selasa (12/3) silam juga dalam rangka pencalonannya sebagai calon Sekjen Organisasi Perdagangan Dunia (WTO/ World Trade Organisation), seperti dilansir antarabali.com. Ia mengantarkan visi misinya dalam sidang Tahunan WTO di Jenewa.
Di sana, Mari bertemu dengan perwakilan-perwakilan WTO di berbagai negara dan mengunjungi sejumlah kota seperti Washington, Beijing, Brusels, Paris, Berlin, Moscow, Dubai, Abidjan dan Abudja. Ia beruntung karena petinggi Kondrad Adenauer Stiftung, Wolfgang Maier-pun mendukung pencalonan dirinya.
Kiprah
Mari Elka Pangestu adalah salah satu menteri yang ada di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II . Ia adalah wanita Tionghoa-Indonesia pertama yang memegang jabatan sebagai menteri di Indonesia. Ia pernah menjabat Menteri Perdagangan Indonesia mulai dari 21 Oktober 2004 hingga 18 Oktober 2011, Menteri Negara Koperasi dan UKM Indonesia ad-interim 1 Oktober 2009 hingga 22 Oktober 2009, dan sekarang menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia mulai dari 19 Oktober 2011 hingga kini.
Kesuksesan dalam bidang ekonomi kreatif dan latar belakangnya di dunia kementerian terutama mengatur arus perniagaan, banyak yang merekomendasikan ia untuk menjabat posisi Ketua Umum Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO.
Setidaknya tahun 2013 ini ada sembilan nama dicalonkan untuk menggantikan posisi yang kini dijabat Pascal Lamy asal Prancis. Mereka adalah Alan John Kwadwo Kyerematen asal Ghana, Anabel González asal Costa Rica, Tim Groser asal New Zealand, Amina C. Mohamed dari Kenya, Ahmad Thougan Hindawi asal Yordania, Herminio Blanco asal Mexico, Taeho Bark dari Korea Selatan, dan Roberto Carvalho de Azevêdo asal Brazil.
WTO dirasa tepat dan pantas sebagai tempat bagi Mari Elka Pangestu karena pertimbangan-pertimbangan salah satu pendapatnya. Hal ini dikatakan oleh Deputi Kepala Kerjasama Internasional dan Eropa KAS Konrad Adenauer Stiftung, Dr Wolfgang Maier, pada diskusi terbatas di Berlin, Rabu (6/3).
Seperti dilansir Bisnis.com, ia mengatakan bahwa Mari Elka Pangestu memiliki latar belakang profesional yang kuat, baik di dunia riset, pendidikan, dan politik. "Portofolio kapasitas Ibu Mari sangat kuat, jadi cocok dan tepat menjadi direktur jenderal WTO," tegasnya lagi.
Tantangan-tantangan apa sajakah yang kemudian akan dihadapi WTO? Mari Elka Pangestu mengelompokkannya seperti berikut ini; (seperti dituturkan dalam pidato pencalonannya) langkah pertama adalah meyakinkan pasar atau pedagang bahwa perdagangan merupakan elemen penting dari pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, terutama ketidakpastian ekonomi global masa kini. Ini berarti WTO mempertahankan kepercayaan diri pasar, dan aturan-aturan perdagangan yang tetap, sistem perdagangan antar berbagai negara yang seimbang serta adanya perlindungan saat pengemasan di pelabuhan.
Selanjutnya, tanpa terkecuali setiap negara akan menghadapi kenyataan tidak akan mengalami keadaan menguntungkan secara serentak, baik secara banyak negara maupun kelompok negara-negara, berbagai wilayah dan sektor di sebuah negara. Kita semua melihat tentang itu dan merasakan dampak dari hal tersebut, mulai dari ekonomi yang terpuruk dan kemudian kita 'menjajah' Wall Street' hingga demo massa yang saya sering saksikan di dekat Kementerian Perdagangan. Keduanya adalah masalah kebijakan dan politis.
WTO memiliki kesan yang mendalam bagi Indonesia dan beberapa negara lainnya khususnya dalam wilayah perdagangan dan sehubungan dengan reformasi bidang perdagangan. WTO sejak lama menjadi kunci untuk pertumbuhan dan perkembangan perekonomian yang bertujuan pada pengurangan angka kemiskinan. Sudah selayaknya WTO memperhatikan isu seperti ini dan tidak mempertimbangkan keuntungan sebagai hal utama.
Hal terpenting yang ketiga adalah tempat yang diberi label-label berbeda sesuai dengan peringkat ekonomi sesuai dengan putaran Doha. WTO memiliki beberapa anggota dan negara yang telah terbangun dengan ritme pembangunan yang berbeda. Saat ini terdapat dua kutub ekonomi yang berbeda dan tingkatan pembangunan yang berbeda-beda, dari pembangunan yang paling kurang hingga yang paling sejahtera.
Data terkini dari Bank Dunia Ekonomi Global mencatat bahwa impor dari negara pembangunan maju dan tinggi telah memberikan kompensasi untuk produk lokal. Terlebih lagi, negara-negara dengan kesamaan kecepatan pertumbuhan ekonomi dan kecepatan pembangunan. Ada kesamaan-kesamaan keuntungan di daerah tertentu, sektor-sektor dan wilayah-wilayah tertentu.
Hal yang keempat adalah WTO merupakan forum negosiasi atau kesepakatan antarnegara, dan sekarang WTO mencoba melengkapi Negosiasi Doha yang telah berlangsung lebih dari 10 tahun yang lalu. Bagaimana WTO dan organisasi-organisasi perdagangan dunia mengikat dan mencari kesepakatan lagi. Hingga saat ini WTO masih pilihan pertama institusi dari pemerintahan untuk perdagangan internasional.
Mari Pangestu telah lama aktif dalam berbagai forum perdagangan seperti Pacific Economic Cooperation Council (PECC )dan adalah salah seorang peneliti ekonomi terpandang di Indonesia. Ia juga pernah aktif mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Selain itu ia juga adalah seorang ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...