Masalah Bisnis Telekomunikasi RI bukan Infrastruktur, Tetapi Frekuensi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Salah satu masalah utama sektor telekomunikasi di Indonesia adalah banyaknya operator telekomunikasi yang diberikan lisensi sementara frekuensi sangat terbatas akibatnya mengurangi kualitas jasa yang berikan kepada pelanggan.
“Indonesia adalah kekurangan frekuensi yang merata, karena untuk industri jasa telekomunikasi semua terpusat dan maju ada di Jawa,” kata Presiden Direktur dan CEO PT. Indosat, Alexander Rusli pada acara The Economist Event Indonesia, di Hotel Shangri La, Jakarta, Rabu (11/2).
“Kalau berbicara tentang Jawa, maka yang terlihat hanya Jakarta,” Rusli menambahkan.
Rusli menjelaskan bahwa di Pulau Jawa dan hampir di seluruh Indonesia menara untuk penerima dan pemancar satelit telekomunikasi selular sudah memadai namun ada dalam keterbatasan frekuensi.
Keterbatasan frekuensi di Indonesia terjadi saat kasus Indosat vs IM2 (Indosat Mega Media) pada 2007 yakni saat Indosat mendapatkan jatah jaringan frekuensi 3G bersama Telkomsel dan XL. Indosat memasarkan frekuensi ini sebagai Internet Broadband melalui anak usahanya, IM2. Kejaksaan mempersoalkan kerja sama Indosat dan IM2 karena IM2 tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan pada frekuensi tersebut. IM2 dianggap tidak berhak memanfaatkan jalur tersebut.
Kejaksaan menilai IM2 sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi telah memanfaatkan jaringan bergerak seluler frekuensi 3G tanpa izin resmi dari pemerintah. Kasus ini menjerat lima tersangka, yakni Direktur Utama PT Indosat periode 2007-2009 Johnny Swandi Sjam, Direktur Utama PT Indosat periode 2009-2012 Harry Sasongko Tirtotjondro, dan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) periode 2006-2012 Indar Atmanto. Dua tersangka lainnya adalah korporasi, yakni PT Indosat dan PT IM2.
Dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, (8/7/2013) Indar dihukum empat tahun penjara dan didenda Rp 200 juta. Adapun Indosat dihukum uang pengganti Rp 1,3 triliun. Para terpidana pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, tetapi upaya ini mendapat penolakan.
Dinamika Digital Services
Alex menambahkan bahwa dinamika digital services di Indonesia sangat unik. Secara nasional, e-commerce tidak terlalu tinggi karena cukup banyak daerah-daerah yang belum siap. Namun bila bicara Jawa atau Jakarta, penetrasinya cukup tinggi.
Ia menjelaskan teknologi informasi sejatinya menjadi salah satu saluran dalam upaya meningkatkan daya saing sektor jasa Indonesia. Wirausaha lokal, terutama dengan dukungan IT yang baik, dapat menjangkau pasar luar negeri dan meningkatkan radius bisnisnya lebih luas lagi.
Alex menambahkan telekomunikasi adalah sektor yang penting terkait dengan ekonomi berbasis jasa. Hal ini misalnya terlihat dari penggunaan smartphone yang masif dan intens.
"Saya sangat yakin dengan pertumbuhan telekomunikasi di Indonesia. Jasa digital seperti e-commerce misalnya terus berkembang. Demikian juga dengan pengembang aplikasi dan jasa berbasis teknologi. Menurut saya, ruang digital adalah milik semua orang dan mereka berpeluang untuk mengembangkan bisnis melalui platform ini," kata Alex.
Editor : Eben Ezer Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...