Masjid Homoseks Afsel Ditutup
CAPE TOWN, SATUHARAPAN.COM – Masjid ramah gay (homoseks) pertama di Afrika Selatan, yang juga mengizinkan sejumlah wanita untuk memimpin doa, telah ditutup tanpa batas waktu yang ditentukan. Menurut Anggota Dewan Kota Cape Town, pendirian Open Mosque atau Masjid Terbuka ini telah melanggar tata hukum perkotaan karena tidak memiliki lahan parkir memadai.
Masjid ini resmi dibuka pada hari Jumat (19/9) meski mendapat kritik dari masyarakat Muslim setempat.
Taj Hargey-akademisi Muslim pendiri masjid-mengatakan pendirian masjid itu bertujuan untuk membantu mencegah radikalisme.
"Dewan Kota Cape Town coba untuk menutup masjid dengan menerapkan berbagai peraturan konyol dan saya tidak merasa terancam oleh mereka ataupun oleh orang lain," kata Hargey seperti dikutip dari bbc.co.uk, (24/9).
"Kami memiliki kebebasan beragama dan berekspresi di negara ini. Ini akan tetap menjadi masjid yang berdiri sendiri, otonom, bagi mereka yang menghargai kesetaraan gender," dia menambahkan.
Tak Sesuai Aturan
Anggota Dewan Kota Cape Town, Ganief Hendricks membantah bahwa penutupan masjid ini adalah bagian dari "perburuan penyihir".
"Ini adalah masalah emosional, para anggota dewan Muslim juga ingin memperjuangkan masalah ini, tapi intinya adalah kita harus memastikan bahwa aturan-aturan ini dipatuhi," kata dia.
Menurut dia, Hargey telah mengubah fungsi gedung, dari gudang menjadi masjid.
"Berbagai masalah kesehatan dan keselamatan harus dipertimbangkan sebelum (masjid, red) itu didirikan," tutur Hendricks.
Hendricks menjelaskan masjid itu tidak memiliki tempat parkir memadai, aturan setempat menerapkan bahwa tempat ibadah harus memiliki satu tempat parkir yang mampu menampung sepuluh orang jamaah.
Bukan Masjid Homoseks
Hargey juga mengatakan semuanya telah berjalan sesuai aturan.
"Ini murni tindakan intimidasi. Kenapa mereka begitu takut? Karena mereka tahu kalau masjid ini berhasil, monopoli teologis mereka berakhir," kata dia.
Menurut dia, bangunan yang didirikannya bukan masjid homoseks, karena mengikuti masjid asli di Madinah yang memiliki satu pintu untuk para pria dan wanita untuk berdoa bersama.
"Saya ingin ibu, istri, dan anak saya, berdoa bersama dengan saya dan tidak menjadi warga negara kelas dua. Mereka bisa berdoa bersama pada saat ibadah haji, lalu mengapa mereka tidak bisa berdoa bersama di masjid-masjid di dunia?" Hargey menyampaikan.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...