Maskapai Larang Muatan 'Trofi' Hasil Pembunuhan Satwa
SATUHARAPAN.COM - Tiga maskapai Amerika Serikat (AS) menerapkan larangan memuat hasil pembunuhan satwa liar pada pekan ini, setelah merebaknya peristiwa pembunuhan singa Zimbabwe legendaris, Cecil, bulan lalu.
Pemburu biasanya membawa pulang tubuh atau bagian tubuh satwa liar yang mereka bunuh, terutama bagian kepala, untuk diawetkan sebagai 'trofi'. AS, menurut The Telegraph, selama ini mengkategorikan mengimpor kepala gajah tindakan ilegal, namun tidak untuk kepala singa.
Delta Air Lines, seperti dilaporkan voaindonesia.com pada Rabu (5/8), adalah maskapai pertama AS yang mengumumkan larangan tersebut pada Senin (3/8), diikuti maskapai American Airlines dan United Airlines. Sebelumnya, maskapai internasional lain sudah mengambil langkah serupa.
Tidak jelas berapa, jika ada, bangkai satwa liar yang telah diawetkan dibawa oleh maskapai AS dalam beberapa tahun terakhir.
Dengan larangan baru ini, maskapai-maskapai tersebut tidak akan lagi membawa hasil pembunuhan singa, macan tutul, gajah, badak, dan kerbau liar.
Larangan itu dikeluarkan setelah seorang dokter gigi di Amerika, Walter James Palmer, membunuh seekor singa terkenal, Cecil, di dekat Taman Nasional Hwange di Zimbabwe secara tidak sah.
Zimbabwe, yang tidak memiliki perjanjian ekstradiksi dengan AS, sedang mengupayakan ekstradisi Palmer dari Minnesota, salah satu pangkalan utama Delta, yang menewaskan Cecil awal bulan lalu. Zimbabwe juga mengupayakan ekstradisi seorang warga negara Amerika lain, seorang dokter dari Pennsylvania, Jan Casimir Seski, yang diduga membunuh seekor singa pada bulan April.
Kemarahan dari Seluruh Dunia
Pembunuhan singa Cecil mengundang kritik, perhatian, dan kemarahan banyak orang dari seluruh dunia.
Cecil, singa legendaris bersurai hitam, yang menjadi atraksi favorit di Taman Nasional Hwange itu, dipancing keluar dari Taman Nasional dengan umpan makanan oleh pengelola tur safari Honest Ndlovu dan pemandu pemburu Theo Bronkhorst.
Di luar kawasan Taman Nasional Hwange, Palmer melepaskan busur panahnya ke arah Cecil, kemudian bersama Bronkhorst menyarangkan peluru ke Cecil hingga tewas, memenggal kepala dan mengulitinya.
Bronkhorst menghadapi tuntutan kriminal di Zimbabwe atas pembunuhan Cecil. Palmer sendiri, menurut cnn.com, bersembunyi begitu kabar itu merebak.
Rumahnya menjadi sasaran kemarahan. Selain menghadapi unjuk rasa, sebagian orang meletakkan berbagai boneka singa dan bintanag lain di pintu masuk rumahnya. Belakangan, koran Orlando Sentinel memampangkan gambar tembok rumah Palmer menjadi sasaran vandalisme.
Klub Safari Internasional, organisasi perburuan internasional tempat Palmer tergabung, menjatuhkan skors terhadap Palmer dan pemandunya di Zimbabwe, Theo Bronkhorst, dan menyatakan mendukung penyelidikan terhadap tewasnya Cecil.
Sebelum “menghilang”, Palmer mengatakan ia berkeyakinan punya izin sah untuk memburu Cecil. Kepada harian lokal Minneapolis Star Tribune dia mengaku "tidak tahu singa yang ia bunuh adalah singa terkenal favorit warga setempat", dan menyatakan para pemandunya telah memberinya informasi yang menyesatkan.
Namun, seperti dilaporkan bbc.com, ini bukan pertama kalinya Palmer berurusan dengan penegak hukum terkait dengan hobinya berburu.
Pengadilan AS mencatat Palmer mengaku bersalah memberi keterangan palsu kepada Dinas Perikanan dan Satwa Liar AS mengenai seekor beruang hitam yang ia tembak hingga tewas di Wisconsin tahun 2006.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...