Mau Rombak UU Perbankan, DPR Panggil Direksi Bank Mandiri
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah saat ini perlu mencermati Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, karena sudah perlu dirombak supaya sesuai dengan perkembangan zaman. Perubahan UU ini dirasa sudah mendesak terutama setelah menjamurnya kehadiran bank asing.
“Saat ini kami mengagendakan perubahan Undang-Undang Perbankan, kami ingin mendengar uraian dari Bank Mandiri selaku salah satu bank terbesar di Indonesia untuk memberi masukan tentang kondisi perbankan di Indonesia,” kata Fadel Muhammad, Ketua Komisi XI DPR RI, saat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI dengan jajaran Direksi PT. Bank Mandiri Tbk. Di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (8/4).
Dalam RDP dengan Komisi XI hadir 20 anggota DPR dari beberapa fraksi kecuali Fraksi Gerindra dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang sedang mengadakan acara di tempat terpisah.
Sebelum pembicaraaan dimulai, Fadel Muhammad mempersilakan beberapa anggota DPR RI Komisi XI memperkenalkan diri antara lain Ahmad Sahroni, Doni Priyambodo, Nurdin Tampubolon, dan Muhammad Hatta.
Sementara dari jajaran Bank Mandiri dihadiri antara lain Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin beserta para direksi, Ogi Prasetyono, Heri Gunardi, Kartini Sally, dan Kartiko Wirjoatmojo.
“Kami sebenarnya sudah ingin mengadakan perubahan pada sektor keuangan dan perbankan di Indonesia, dan draftnya sudah siap,” kata Fadel.
“Kami ingin mendengar bagaimana tanggapan Bank Mandiri atas banyaknya bank asing di Indonesia, kami ingin tahu persaingan di sisi perbankan. Di Jakarta saja ya ada banyak bank asing, ada yang Eropa, ada yang dari Tiongkok, Jepang, dan lain-lain, apakah persaingan ini tidak terlalu liberal saat ini,” Fadel menambahkan.
Liberalisasi perbankan yang meningkatkan persaingan, di satu sisi dinilai telah meningkatkan kemampuan perbankan menghimpun dana masyarakat dan meningkatkan efisiensi pebankan. Namun pada saat yang sama, dominasi perbankan asing dinilai semakin besar.
Usulan untuk merobak UU Perbankan sudah bergulir sejak tiga tahun lalu, yang merupakan inisiatif DPR. Namun, sampai sekarang belum tembus juga. Dalam Prolegnas prioritas tahun 2015, revisi UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan (yang merupakan perubahan atas UU No 7 tahun 1992) berada di urutan ke-32 dari 37 RUU yang akan dibahas.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berpendapat revisi UU Perbankan hendaknya memberi payung hukum yang up to date sebagai landasan hukum bank dalam beroperasi.
Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad, UU Perbankan yang digunakan saat ini, yaitu UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sudah tidak sesuai dengan industri perbankan yang berkembang pesat.
"Apalagi, ada indikasi beberapa tahun terakhir ini perbankan cenderung membentuk konglomerasi. Perlu pendekatan yang berbeda dari 10 atau 20 tahun yang lalu," ujarnya dia kepada media.
Ia menegaskan, sebagaimana dikutip oleh bisnis.com, dalam undang-undang perbankan nantinya diatur hal-hal yang sangat prinsipil. Adapun detail peraturannya dipersiapkan dalam bentuk aturan implementasi seperti peraturan pemerintah atau peraturan OJK.
"Jadi, nanti kalau ada perubahan kecil tidak perlu mengubah UU yang ada karena ini memerlukan waktu yang cukup lama. Lebih cepat mengubah aturan pelaksanaan," kata Muliaman.
Editor : Eben Ezer Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...