May Day di Jogja Juga Tuntut Pembebasan Novel Baswedan
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Peringatan Hari Buruh Internasional atau dikenal pula dengan sebutan May Day di Indonesia, serempak dihelat dengan prosesi turun ke jalan. Beragam tuntutan disuarakan oleh para buruh demi perbaikan kesejahteraan.
Di Yogyakarta, sejumlah buruh yang turut ambil bagian dalam aksi turun ke jalan menuntut hal yang agak lain, yaitu pembebasan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan yang ditangkap pada Jumat, 1 Mei 2015.
Tuntutan perbaikan kesejahteraan, salah satunya disuarakan oleh Kirnadi, Sekretaris Jenderal Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY). Dalam orasinya Kirnadi menilai bahwa di Yogyakarta masih banyak ditemukan buruh yang belum terpenuhi jaminan sosial dan kesejahteraan oleh perusahaan yang mempekerjakannya.
“Kami akan tetap meminta pemerintah untuk terus memperhatikan karena kami merasa belum mendapatkan upah yang layak dan jaminan kesehatan. Banyak perusahaan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ketenagakerjaan,” ujar Kirnadi pada Jum’at (1/5).
Juru bicara aksi, Hikma Dinia mengamini pernyatan dari Kirnadi. Menurut Hikma, persoalan minimnya kesejahteraan dan perlindungan negara bagi kaum pekerja menjadi masalah yang mendesak untuk segera diperjuangkan dan diselesaikan. Oleh karena itu, dalam aksi ini, para buruh menuntut upah yang layak dan penghapusan sistem alih daya atau outsourcing.
“Upah Minimum Provinsi (UMP) di DIY sangat rendah, hanya Rp. 1,3 Juta per bulan,” ujar Hikma.
Di sisi lain, Hikma juga menyoroti tentang perlindungan bagi para pekerja rumah tangga. Menurut Hikma, gerakan ini juga dilakukan untuk mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Selain itu, juga meratifikasi Konvensi International Labour Organisation (ILO) 189.
“Gerakan ini juga menuntut kepada pemerintah untuk memberi perlindungan bagi para pekerja industri rumahan dengan cara meratifikasi Konvensi ILO 177. Jika kita melihat fenomena di DIY, sekarang ini semakin banyak kegiatan industri dengan metode subkontrak ke usaha rumahan di mana para pekerjanya menerima upah yang rendah sekali,” jelas Hikma.
Para jurnalis yang turut bergabung dalam aksi ini juga tak ketinggalan menyampaikan berbagai tuntutan. Senada dengan pernyataan dari Kirnadi dan Hikma, Andreas Tri Pamungkas, Koordinator Divisi Serikat Pekerja Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta juga menyampaikan keprihatinan menyoal jaminan sosial dan upah layak bagi para jurnalis. Menurut Andreas, selama ini banyak pengusaha media yang seolah belum menganggap keberadaan para kontributor.
“Selama ini banyak perusahaan yang mengatasnamakan pekerja lepas sebagai alasan para jurnalis tidak mendapatkan akses jaminan sosial dan harus mengusahakannya sendiri. Upah pun juga didasarkan dari per berita yang tayang, sehingga dipastikan apabila tak ada berita, maka tidak makan. Oleh karena itu, kami meminta penghapusan kontributor dan meminta pengusaha media untuk menyejahterakan jurnalis,” jelas Andreas.
Aksi turun ke jalan yang dilakukan oleh puluhan organisasi dengan dukungan ratusan buruh, aktivis, mahasiswa, dan masyarakat umum di Yogyakarta ini diberi tajuk Gerakan Rakyat Merayakan May Day. Dalam aksinya, mereka melakukan longmarch mulai dari Taman Parkir Abu Bakar Ali – Jalan Malioboro – dan berakhir di Titik Nol Kilometer.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...