Media Dianjurkan Tidak Liput Langsung Penangkapan Teroris
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Beberapa nara sumber yang berdiskusi dalam acara penyusunan draf pedoman peliputan terorisme di Dewan Pers, menganjurkan beberapa media televisi sebaiknya tidak meliput penangkapan terorisme secara "live" atau langsung.
"Dalam beberapa kasus penangkapan teroris, saya melihat ada beberapa kesalahan persepsi dalam liputan secara live. Terdapat pembentukan opini, dan gambar yang memberikan stigma yang tidak perlu kepada masyarakat," kata Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yadi Hendriana di Gedung Dewan Pers, Jakarta pada Senin (18/8).
Dalam kesempatan tersebut, sejumlah perwakilan dari pemangku kepentingan media di Indonesia, seperti Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, Pemimpin Redaksi SCTV dan Indosiar Nurjaman Mochtar, serta perwakilan dari Mabes Polri dan BNPT, hadir guna mendiskusikan hal-hal yang perlu dicakup oleh pedoman peliputan terorisme.
Yadi mengatakan, ketika dalam peliputan live, media televisi rentan memberikan opini yang keliru karena kurangnya sumber yang berkompeten di lokasi kejadian.
"Walaupun susah untuk membatasi siaran live, namun gerak informasi harus dibatasi, agar tidak merugikan aparat maupun publik," ujar Yadi.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi stasiun televisi SCTV dan Indosiar, Nurjaman Mochtar, menilai pelarangan bukanlah kepada siaran live, karena media bertugas untuk menyalurkan berita secara cepat.
"Hal yang harus dipahami adalah pihak aparat harus memiliki batasan tentang lokasi yang aman bagi jurnalis, untuk meliput serta agar tidak membahayakan keberadaan wartawan dan aparat itu sendiri," tutur Nurjaman.
Menurut dia, aparat keamanan perlu memasang garis polisi, yang tidak hanya ditujukan untuk mengamankan tempat kejadian perkara (TKP) dan barang bukti, tetapi juga untuk membatasi area aman yang bisa diliput oleh wartawan.
"Usul saya jika berkaitan dengan siaran langsung, polisi perlu mempertimbangkan pemasangan garis polisi bukan hanya untuk menjaga TKP, namun juga unsur area peliputan wartawan, untuk melindungi informasi keberadaan aparat yang menyergap," kata dia, yang menambahkan garis polisi perlu diperluas untuk kepentingan tersebut.
Tersebarnya gambar dan informasi dari televisi secara "live" dikhawatirkan membahayakan nyawa aparat, karena terduga teroris dapat memanfaatkan hal tersebut sebagai informasi posisi serang aparat. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...