Media Perlu Transparan dalam Penggunanaan AI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan kecerdasan buatan (AI) oleh media baik dalam proses penyusunan informasi maupun penyampaian informasi.
“Kalau kita melihat prinsip penggunaan AI baik di level global maupun yang diadopsi di Indonesia itu adalah transparansi. Sehingga transparansi terkait penggunaan itu yang harus diutamakan,” kata Ketua Tim Urusan Hukum dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Mediodecci Lustarini dalam acara diskusi AI on Journalism di Jakarta, Selasa (7/5).
Wanita yang akrab disapa Ides itu menyampaikan bahwa dalam konteks jurnalisme, peraturan Al menekankan pada kerangka pengambilan keputusan yang etis dalam artian media harus mengembangkan dan mengadopsi kerangka pengambilan keputusan etis yang disesuaikan dengan penggunaan Al.
Selain itu, lanjutnya, perlu adanya program literasi media dan informasi untuk membantu individu memahami secara kritis konten yang didorong oleh Al, mengidentifikasi potensi bias, dan membuat keputusan yang tepat.
“Teknologi diciptakan untuk memudahkan pekerjaan manusia tapi kalau kita bicara pengumpulan berita itu target utamanya verifikasi suatu kejadian. Jadi kalau bicara verifikasi kejadian, tidak hanya bisa mengandalkan alat, tapi proses verifikasi yang dilakukan manusia menjadi prasyarat,” ucapnya.
Lebih lanjut Ides mengakui bahwa belum ada regulasi yang secara khusus mengatur penggunaan AI dalam dunia jurnalisme, namun Kominfo telah mengirim surat edaran kepada media terutama media nasional untuk memiliki pedoman penggunaan AI.
“Surat edaran itu itu memberikan panduan dari aspek prinsip, pelaksanaan dan mendorong semua memiliki pedoman yang berlaku di dalam organisasi tersebut, itu juga berlaku untuk media dan ada beberapa media yang mengaku memiliki itu,” ujarnya.
Kendati demikian, landscape tata kelola AI di Indonesia sudah diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021, lalu Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2021.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Juru Bicara Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Nick Geisinger, mengatakan bahwa AI sudah memasuki ruang redaksi dan membentuk kembali lanskap komunikasi.
AI disebutnya memberikan kecepatan yang sangat membantu dalam membuat konten berita, mengidentifikasi dan menganalisis sumber dan mengumpulkan berita secara umum.
“Tentu saja ada peran AI dalam deepfakes dan hoaks, selalu menjadi masalah. Tetapi sesuatu yang harus kita awasi baik di Indonesia maupun Amerika Serikta pada tahun pemilu 2024 dan sesuatu yang harus diperhatikan secara umum,” ucap Nick.
Senada, Mellisa Hathaway, Presiden Hathaway Global Strategic LLC, sebuah perusahaan konsultan urusan masyarakat, politik, dan pemerintahan akar rumput yang inovatif, menuturkan bahwa ada banyak cara untuk memanipulasi percakapan atau memanipulasi ruang informasi online.
Berita palsu, disebutnya, 70 persen lebih mungkin tersebar dibandingkan berita nyata. Situs web yang menampung artikel palsu buatan Al juga meningkat lebih dari 1.000 persen. Disinformasi sengaja dibuat untuk menyesatkan, merugikan, memanipulasi, melemahkan, atau menipu.
“Kita harus melihat (apakah penggunaan AI) musibah atau anugerah. Kamu harus memverifikasi sebelum mempercayai karena begitu banyak informasi yang salah di luar sana. Kamu harus mempertanyakan sumbernya, apakah itu dari sumber media yang terpercaya,” tegasnya.
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...