Media Sosial Tolak Propaganda Militan
AMERIKA SERIKAT, SATUHARAPAN.COM - Para ekstremis dari kelompok Negara Islam Irak Suriah (NIIS), telah mengubah media sosial menjadi teater horor, mengunggah aneka gambar dan video pemboman, pertempuran dan pemenggalan untuk pemirsa global.
Strategi tersebut, bertujuan meneror lawan di tempat asal, dan merebut hati orang-orang yang bersedia direkrut dari luar negeri. Namun ada semakin banyak tanda-tanda respon negatif, baik dari perusahaan-perusahaan yang segera menyensor konten yang memancing keberatan, dan para pengguna yang memutuskan tidak akan membiarkan konten itu tersebar.
Publik yang jijik, dengan taktik-taktik propaganda tak bermoral dari kelompok itu, tampak jelas menyusul penyiaran video pemenggalan kepala jurnalis Amerika James Foley, potongan gambar menakutkan, yang menyebar dengan cepat ketika muncul di Internet, Selasa (19/8) malam .
Video yang disunting secara halus itu, dimulai dengan gambar-gambar Obama yang menjelaskan keputusannya untuk memerintahkan serangan udara di Irak, sebelum berpindah ke Foley memakai baju terusan berwarna oranye sedang berlutut di padang pasir, didampingi pemberontak Negara Islam berpakaian hitam.
Pemberontak yang memenggal kepala Foley, terlihat memegang jurnalis AS lainnya, Steven Sotloff, mengancam akan membunuhnya berikutnya. "Nyawa warga negara Amerika ini, Obama, bergantung pada keputusanmu berikutnya," ujarnya.
Pada Rabu (20/8), banyak pengguna media sosial, yang mendesak satu sama lain untuk tidak memasang video tersebut sebagai bentuk protes.
Phillip Smyth, seorang peneliti dari University of Maryland, yang melacak aktivitas media sosial para jihadis, telah mencatat adanya peningkatan yang tak banyak, tapi patut diperhatikan dalam kecepatan dihapusnya akun-akun 'nakal' dihapus dari Twitter, dan halaman-halaman pendukung teror, dicabut dari Facebook.
"Ini terjadi. Saya melihatnya dengan mata kepala sendiri karena saya amati tiap hari," ujarnya.
NIIS, sebuah cabang al-Qaida, merupakan pengguna media sosial yang gigih, menyiarkan video berdefinisi tinggi, dari bentuk-bentuk hukuman yang mengerikan termasuk penyaliban, pemenggalan kepala, rajam, dan pembantaian massal.
Sebuah video menakutkan, berdurasi 61 menit diunggah ke Internet Juni, menunjukkan para militan Negara Islam, menggedor pintu rumah seorang mayor polisi Sunni tengah malam di Irak. Ketika ia membuka pintu, mereka menutup matanya dan memborgolnya, sebelum memotong kepalanya dengan pisau di kamar tidurnya sendiri.
Ketakutan yang diciptakan gambar semacam itu, dilihat sebagai salah satu faktor yang mendorong jatuhnya pasukan keamanan Irak, ketika para pemberontak Negara Islam menyerbu kota-kota Mosul dan Tikrit pada Juni.
Generasi Twitter
Faysal Itani, anggota lembaga Atlantic Council, mengatakan teknik-teknik produksi video para militan, sebagian karena adanya orang-orang asing yang bergabung dengan mereka.
"Mereka adalah generasi Twitter. Mereka handal dalam hal teknologi," ujarnya.
Penggunaan Internet yang handal oleh Negara Islam dalam banyak cara, merupakan perpanjangan dari evolusi teknologi al-Qaida, menggambarkan betapa kelompok itu telah sangat berubah, sejak serangan 11 September 2001, dan mengapa kelompok itu berkembang meski perjuangan Amerika selama satu dekade menghancurkannya.
Tidak seperti sekutu-sekutu Afghan Taliban, yang melarang televisi saat mereka berkuasa, al-Qaida tidak pernah menolak teknologi modern. Kelompok ini dan afiliasi-afiliasinya, telah mengeksploitasi Internet, untuk menggalang dan berhubungan dengan para pendukung, dan cepat mengadopsi teknologi baru.
Twitter Inc. mengatakan sedang mencoba untuk melarang video-video mengerikan dari kelompok tersebut, di dalam sarananya, sebuah isu yang mendesak menyusul dirilisnya video pemenggalan Foley.
Dalam sebuah tweet, CEO Twitter, Dick Costolo mengatakan, perusahaannya "secara aktif menghapus akun-akun, yang terkait dengan gambar mengerikan ini."
Smyth dan orang-orang lain yang melacak aktivitas semacam itu, melaporkan penurunan tajam dari aktivitas jihadis di Internet, setelah itu. Jumlah gambar-gambar dari militan Negara Islam "merosot tajam," tulis peneliti J.M. Berger di Twitter, sementara Smyth mengatakan sekitar 50 akun, yang berasosiasi dengan kelompok itu telah diblokir.
Situs-situs berbagi video memperlihatkan hal yang sama.
Di YouTube, yang dimiliki Google Inc., video-video diunggah pada Selasa (19/8). Esoknya, pencarian di YouTube sebagian besar memperlihatkan tautan-tautan pada berita mengenai eksekusi Foley, atau pada video-video dengan gambar pemenggalan yang sudah dihapus.
Dalam pernyataan, YouTube mengatakan memiliki kebijakan "melarang konten seperti kekerasan," dan menghapus video-video tersebut.
Facebook mengatakan mulai menghapus tautan-tautan pada video pemenggalan Foley, pada Rabu (20/8), berdasarkan laporan dari pengguna. Perusahaan di California itu mengatakan, masih memungkinkan orang-orang untuk mengunggah cuplikan video tersebut, dalam konteks diskusi mengenai insiden tersebut.
Bahkan sebelum perusahaan-perusahaan teknologi Silicon Valley, bergerak untuk menghapus gambar-gambar tersebut, beberapa pengguna banyak diantaranya jurnalis, menyerukan pada kolega-kolega mereka untuk membantu mencegah gambar-gambar tersebut, menyebar di Internet.
James Lewis, direktur program teknologi strategis untuk Center for Strategic and International Studies di Washington, mengatakan perusahaan-perusahaan bertindak secara bertanggung jawab dalam menghapus gambar-gambar tersebut secara cepat.
"Penting untuk menghapus hal-hal tersebut dari jaringan sosial. Anda tidak dapat menekan fakta, tapi Anda dapat menekan gambar. Itu hanyalah pornografi." (AP/VOA Indonesia).
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Pemerhati Lingkungan Tolak Kekah Keluar Natuna
NATUNA, SATUHARAPAN.COM - Pemerhati Lingkungan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) menolak h...