Memerangi Tembakau di Pasar Asia Tenggara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kelaziman atau prevalensi merokok pada laki-laki yang tinggi telah menjadikan Asia sebagai target kawasan andalan bagi perusahaan tembakau transnasional seperti Philip Morris International (PMI), British American Tobacco (BAT), dan Japan Tobacco International (JTI).
Menurut data yang dikeluarkan oleh Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA), antara tahun 2007 hingga 2012, pangsa pasar PMI meningkat dari 25 persen menjadi 35 persen. Beberapa negara yang teridentifikasi sebagai negara dengan peluang pertumbuhan menarik adalah Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand dan Korea.
Hal ini disebabkan oleh salah satunya, proses perizinan ritel rokok yang terlalu mudah di banyak negara di kawasan ASEAN. Di seluruh Asia Tenggara, rokok secara bebas dipajang di dinding atau di belakang pintu keluar konter di toko-toko. Di Filipina dan Indonesia, seluruh toko bahkan dicat dengan warna merek rokok sehingga menjadikan toko sebagai kendaraan promosi yang sangat efektif.
Industri tembakau menargetkan remaja dengan memajang kemasan rokok di toko. Ini memberi pesan bahwa rokok dan merokok sebagai hal biasa dan bisa diterima seperti produk konsumen lainnya.
Sehari menjelang Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 31 Mei lalu, SEATCA mengumumkan sebagian besar Pemerintah di kawasan ASEAN telah berhasil mengekang iklan tembakau dan promosi dari mata publik, sementara iklan dan promosi di tempat perbelanjaan telah menjadi jalan terakhir satu-satunya bagi industri tembakau.
“Iklan tembakau datang dari media elektronik, film, surat kabar dan majalah. Pemerintah kita telah bekerja dengan sukses untuk mengekang akses industri tembakau untuk acara olahraga dan hiburan,” kata Bungon Ritthiphakdee, Direktur SEATCA. “Namun masih ada celah dalam kebijakan regional dan nasional – di negara-negara seperti Indonesia, Filipina, Vietnam dan Laos, perusahaan tembakau melobi keras agar diizinkan tetap beriklan rokok di dalam dan sekitar toko yang nyaman dan toko kelontong, warung kaki lima, dan memajang kemasan rokok di tempat perbelanjaan.”
SEATCA menekankan bahwa larangan iklan dan promosi di tempat perbelanjaan termasuk dalam kewajiban negara yang tertuang dalam perjanjian tembakau global World Health Organization, Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Anak-anak
“Perusahaan-perusahaan tembakau berbohong ketika mereka mengatakan mereka tidak mengiklankan untuk anak-anak. Tentu saja mereka lakukan – setiap kali anak-anak kita memasuki toko kelontong dan toko-toko, anak-anak terimbas lahan penjualan berbahaya perusahaan tembakau. Kita harus waspada tentang kegiatan perusahaan tembakau di tempat perbelanjaan karena kita mengerti soal media massa,” kata Ritthiphakdee.
Pada tahun 2005 Thailand menjadi negara pertama di Asia yang melarang pemajangan kemasan rokok di tempat perbelanjaan, dan pada bulan Oktober tahun ini akan berlaku 85 persen peringatan kesehatan bergambar sebagai alat promosi.
Di Brunei, rokok tidak diijinkan dijual di sekitar sekolah. Toko-toko di Brunei berhenti menjual rokok setelah Kementerian Kesehatan memberitahu mereka bahwa mereka melanggar hukum yang melarang bisnis menjual produk tembakau dalam radius beberapa kilometer dari sekolah.
Menurut pemilik ritel di Brunei, di bawah amandemen Peraturan Tembakau (Tobacco Order) perijinan tahunan untuk menjual rokok meningkat dari $ 500 (sekitar 4,9 juta Rupiah) sampai $ 2500 (sekitar 24,5 juta Rupiah). Fakta ini tentu saja membuat marjin keuntungan rokok untuk usaha kecil diabaikan. Perizinan ritel juga dapat membantu Pemerintah Brunei untuk memantau dan mengontrol penjualan rokok selundupan. Thailand, Singapura, dan Brunei memberi surat ijin ritel rokok sebagai penerapan terbaik.
Di Laos, celah dalam Keputusan Pelarangan Iklan Tembakau tahun 2010 (Decree on Tobacco Advertising Ban 2010) memungkinkan iklan rokok pada payung-payung di tempat perbelanjaan, sehingga memberi kebebasan perusahaan rokok memasang banyak payung dengan merek tembakau di lokasi strategis toko-toko ritel.
Vietnam menghadapi tantangan besar dalam menegakkan undang-undang pengendalian tembakau di negara itu. Meskipun iklan di tempat perbelanjaan dilarang, sebuah penelitian tahun 2010 menunjukkan 93% dari toko yang menjual tembakau melanggar ketentuan yang membatasi pemajangan untuk satu kemasan atau satu karton per merek, sehingga rokok menjadi tidak terbatas.
Menyolok
Malaysia telah melarang iklan dan promosi di tempat perbelanjaan, tetapi perusahaan rokok masih mempromosikan rokok dengan panel penempatan yang menarik atau rak dinding dengan banyak kemasan rokok sehingga membuat larangan sepenuhnya tidak efektif. Mereka meluncurkan merek rokok baru dan produk tembakau melalui inovasi, menawarkan kemasan khusus dan secara agresif memajangnya dengan menyolok, menempatkan panel menarik di counter.
Metode pemasaran yang agresif itu telah membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan larangan yang menyeluruh atas semua semua iklan rokok, promosi dan sponsor
Pemberian izin ritel merupakan langkah penting menuju kontrol akses yang efektif. Hal ini juga membahas perusahaan tembakau yang memanfaatkan peluang iklan tanpa batas dengan penyebaran pedagang kaki lima.
Di Asia Tenggara hanya segelintir perusahaan tembakau yang berperilaku agresif dengan beriklan di tempat perbelanjaan dan mempromosi atau memasok merek beberapa perusahaan tembakau top transnasional, (BAT, PMI, JTI) dan perusahaan rokok top nasional teratas di masing-masing negara (Gudang Garam dan Djarum di Indonesia, Vinataba di Vietnam). Perusahaan-perusahaan yang sama mengklaim menghormati hukum setempat, kesejahteraan masyarakat dan FCTC.
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...