Menang Tanpa Ngasorake
Ada falsafah Jawa yang dipakai antara lain Jendral Sudirman hingga Presiden Joko Widodo, yaitu: ”Digdaya tanpa aji, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake”. Artinya sakti tanpa ajimat, maju berjuang tanpa bala tentara, menang tanpa merendahkan.
SATUHARAPAN.COM – Menurut Anda, orang yang pulih dari penyakit kritis itu orang yang menang atau kalah? Tentu menang, bukan? Namun jangan lupa, untuk bisa pulih, orang itu harus mengalami dahulu penyakitnya.
Bagaimana dengan orang yang bangkit dari kematian? Kemenangan atau kekalahan? Kemenangan, bukan? Namun ingat, kebangkitan terjadi melalui proses kematian.
Jika suatu bangsa terdapat banyak masalah, maka sudah sewajarnyalah mereka menantikan sosok ”ratu adil”. Mari perhatikan teks suci ini: ”Mereka membawa keledai itu kepada Yesus, Lalu mengalasinya dengan pakaian mereka dan menolong Yesus naik ke atasnya” (Luk. 19:35). Yesus, yang dinubuatkan sebagai Raja Damai, menunjukkan kerendahan hatinya dengan memasuki Yerusalem, bukan dengan menaiki kuda perang yang gagah, melainkan dengan menaiki keledai pengangkut barang. Keledai itu belum pernah dinaiki manusia, bahkan keledai itu tidak berpelana, sehingga para murid harus melapisi punggung keledai itu dengan pakaian mereka, agar Yesus dapat menaiki keledai itu!
Namun, justru melalui kerendahan hati-Nya, Yesus ditinggikan dan dimuliakan! Rakyat mengelu-elukan dan memuliakan Yesus yang datang menaiki keledai menuruni Bukit Zaitun untuk melawan persekongkolan jahat di Bait Allah Yerusalem. Itu masa yang kemudian oleh pengikut Yesus diperingati pada minggu ke-6 Prapaskah, yang dikenal dengan ”Minggu Palmarum”.
Pada akhirnya Yesus merendahkan diri dengan taat hingga mati disalibkan untuk menebus manusia berdosa. Namun, justru karena mati itulah, maka Ia dibangkitkan dan menginspirasi bumi. Ia menang dengan merendahkan diri, ia menang tanpa mengandalkan pasukan malaikat yang hebat. Ini selaras dengan semboyan Jawa ”digdaya tanpa aji, nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake”.
Mungkin prinsip itu sudah pernah kita dengar. Namun, apakah kita sungguh-sungguh melakukannya? Ketika kita disalahkan atau harga diri terusik, apakah kita merendah atau malah cenderung marah, menyerang balik, dan merendahkan orang lain? Kalau kita merendahkan, sungguhkah kita menang?
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
1.100 Tentara Korea Utara Jadi Korban dalam Perang Rusia-Ukr...
SEOUL, SATUHARAPAN.COM-Lebih dari 1.000 prajurit Korea Utara tewas atau terluka dalam perang Rusia d...