Menapaktilasi Jejak Gunung dan Peradaban
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM -- Gunung memiliki banyak fungsi. Di bidang kepercayaan, gunung menempati posisi agung sebagai tempat ritual yang mendekatkan dengan sang pencipta. Di bidang lain, gunung bernilai arkeologis karena di tempat ini, beragam artefak banyak ditemukan. Di sisi lain, gunung juga menyimpan misteri yang berupaya untuk terus dipecahkan.
Sejumlah fungsi gunung inilah yang berupaya untuk dikupas dalam talkshow bertajuk “Gunung, Bencana, dan Mitos di Nusantara”. Talkshow yang dihelat di Hotel Inna Garuda, Yogyakarta pada Kamis (12/11) ini merupakan rangkaian pembuka dalam perhelatan tahunan, Borobudur Writers and Cultural Festival 2015. Talkshow ini menampilkan lima pembicara, yaitu Prof. Dr. Mudji Sutrisno, Dr. G. Budi Subanar, Seno Joko Suyono, Sutanto Mendut, dan Mardiyah Chamim.
Seno Joko Suyono membuka talkshow dengan memaparkan bahwa letusan gunung sanggup untuk mengubah suatu peradaban. Seno mencontohkan dengan letusan Gunung Tambora pada 10 April 1815 yang menghancurkan tiga kerajaan di Pulau Sumbawa, yaitu Kerajaan Tambora, Pekat, dan Sanggar. Bahkan akibat letusan tersebut, terjadi perubahan iklim di Eropa.
“Letusan gunung dapat mempengaruhi perubahan budaya dunia. Letusan Gunung Tambora pada 200 tahun yang lalu adalah salah satu contohnya. Akibat dari letusan ini, beberapa kerajaan di Pulau Sumbawa hancur. Akibat letusan ini pula terjadi perubahan iklim,” ujar Seno Joko Suyono.
Prof. Dr. Mudji Sutrisno menilai gunung dengan cara pandang yang lain. Pria yang akrab disapa Romo Mudji ini lebih menyoroti sisi kultural masyarakat di Nusantara yang sebagian besar belum sadar bahwa kehidupannya sangat bergantung pada gunung.
“Kesadaran akan kehidupan kita yang hidup di atas cincin api gunung berapi baru terbuka ketika meletus,” ucap Romo Mudji.
Romo Mudji menyampaikan bahwa mengingat peran gunung yang sedemikian penting inilah, maka sebagai makhluk yang hidup di cincin api, kita semestinya bersahabat dengan gunung. Pasalnya, gunung tak hanya menghadirkan bencana semata, namun juga mampu menyajikan kemakmuran berupa kesuburan tanah.
Dalam titik tersebut, maka pengetahuan manusia akan gunung perlu untuk terus dikembangkan. Berbagai peradaban dan tradisi yang melekat erat dengan gunung harus digali dan dilestarikan. Dalam tataran ini, manusia perlu untuk terus menapaktilasi jejak-jejak peradaban yang hingga saat ini masih bersemayam di gunung.
“Upaya menapaktilasi jejak peradaban setidaknya tersaji dalam Borobudur Writers and Cultural Festival. Di dalam festival ini, kita bisa bertemu, mencari inspirasi, memaknai laku budaya, dan menapaktilasi jejak peradaban di gunung,” ujar Romo Mudji.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...