Mendagri Mesir: keamanan Diperketat Menjelang Referendum Konstitusi
KAIRO, SATUHARAPAN.COM - Menteri Dalam Negeri Mesir, Mohamed Ibrahim, memperingatkan perlunya langkah memperketat keamanan dari serangan teroris. Hal itu terkait rencana referendum konstitusi yang akan dilakukan pada 14-15 Januari mendatang, khususnya untuk melindungi tempat pemungutan suara dan bangunan keamanan dari serangan teroris .
"Kami bertekad untuk menghadapi kelompok-kelompok teroris dan melindungi roadmap (reformasi Mesir)," kata Ibrahim sebagaimana dikutip media Mesir Al Ahram.
Mesir telah diguncang sejumlah serangan bom sejak penggulingan mantan presiden, Mohammed Morsi, awal Juli tahun lalu. Yang terbaru adalah serangan bom di Mansoura, pada 24 desember yang menewaskan 16 orang dan melukai 130 orang lainnya.
Sebuah pola pengeboman dan usaha pembunuhan telah berkembang dengan menargetkan polisi dan instalasi militer di Semenanjung Sinai. Ada juga peningkatan jumlah serangan di Kairo dan daerah Delta Nil. Beberapa serangan terjadi selama pemerintahan Morsi, termasuk pembunuhan 16 tentara dekat perbatasan dengan Gaza, Palestina.
Ibrahim menuding bahwa, serangan itu terkait dengan upaya mengembalikan kekuasaan Morsi. Bahkan Ibrahim menuduh gerakan Islam Palestina, Hamas, memberikan dukungan logistik kepada teroris yang serangan di Mansoura.
Keterlibatan Ikhwanul Muslimin
Ibrahim yang berbicara kepada wartawan pada konferensi pers pada hari Kamis (2/1) mengatakan bahwa anggota Ikhwanul Muslimin telah mengaku terlibat dalam berbagai kejahatan di Mansoura dan memiliki hubungan dengan Hamas. Ikhwanul Muslimin juga resmi ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh pemerintah Mesir pekan lalu.
Menurut Ibrahim, Amer Mosaad, lulusan fakultas perdagangan berusia 30 tahun dari Ikhwanul Muslimin telah mengakui memasuki Jalur Gaza melalui terowongan dengan Ahmed El -Sayed Mohamed Ahmed yang juga anggota Ikhwanul Muslimin, serta seorang Palestina, Mahmoud Mohamed.
Mosaad telah mengakui menerima pelatihan senjata di Gaza, kata Ibrahim menambahkan. Dia juga mengaku melakukan kejahatan kekerasan, termasuk menembaki warga selama protes dan insiden lainnya di Mansoura yang menewaskan satu orang. Anggota Ikhwanul Muslimin lainnya, Mohamed Ahmed dan Ali El-Derini juga sama-sama menggunakan senjata api, kata Mosaad menambahkan.
Pemerintahan Morsi
Ibrahim mengatakan bahwa Ikhwanul Muslimin telah memperluas kehadirannya di bawah pemerintahan Morsi dan "berkomunikasi dengan sekutu ekstremis dalam rangka untuk melaksanakan rencana agresif."
Dia mengatakan, para penyerang berkomunikasi dengan Hamas yang berbasis di Gaza, yang merupakan cabang ideologi Ikhwanul Muslimin Mesir untuk bantuan dan dukungan menjelang pemboman Mansoura, kata Ibrahim menambahkan.
Dua pekan lalu, sebuah bom mobil bunuh diri meledak di dekat direktorat keamanan di Mansoura di Delta Nil yang merusak bangunan, bank, teater dan gedung dewan kota.
Kelompok militan yang berbasis di Sinai, Ansar Beit El-Maqdis mengaku bertanggung jawab atas serangan itu. Kelompok ini mengaku bertanggung jawab atas serangan-serangan lain, termasuk upaya pembunuhan terhadap menteri dalam negeri pada bulan September.
Ibrahim mengatakan pemimpin kelompok tersebut di Mesir adalah Mohamed Tawfiq Freig yang juga dikenal sebagai Abou Abdullah. Kelompok ini merampok toko perhiasan milik orang Kristen untuk mendanai serangan itu, kata Ibrahim.
Hamas Membantah
Hamas membantah terkait dengan serangan di Mesir. Itu adalah tuduhan palsu dan tidak berdasar dan dimaksudkan untuk "menyeret nama kami " dalam kekerasan, kelompok itu mengatakan pada hari Kamis.
"Tuduhan terlibat dalam pemboman Mansoura adalah usaha untuk mengekspor krisis internal Mesir," kata juru bicara Hamas, Sami Abu-Zuhri, melalui halaman Facebook-nya.
Selain itu, Ibrahim mengatakan bahwa militan juga menembus sistem keamanan Mesir selama satu tahun pemerintahan Morsi. Namun dibahtah oleh Daqahliya, pemimpin direktorat keamanan yang terlibat dalam serangan itu.
Morsi menghadapi kritik saat di menjabat karena diduga memberikan bantuan untuk militan di Semenanjung Sinai dan bersekutu dengan mereka. Hal itu termasuk di antara tuduhan terhadap Morsi, yang juga diadili atas berkolaborasi dengan Hamas dan Hizbullah untuk melawan Mesir.
"Ikhwanul ( Muslimin diduga) bersekutu dengan kelompok-kelompok ekstremis selama pemerintahan Morsi selama satu tahun," kata Ibrahim.
Ketegangan di Mesir muncul menjelang referendum konstitusi yang dianggap sebagai tonggak penting dalam roadmap perubahan politik oleh pemerintah sementara setelah penggulingan Morsi. (ahram.org.eg)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...