Mendagri Prancis: Kebijakan Pelarangan Jilbab Pilihan Yang Sulit
PARIS, SATUHARAPAN.COM – Manuel Valls, Menteri Dalam Negeri Prancis, saat ini berada dalam posisi sulit, karena menurut situs lefigaro.fr, Valls berpendapat bahwa negara Prancis pada dasarnya menganut sistem sekuler. Dia mengatakan hal itu pada Kamis (8/8).
Menyusul laporan dari Dewan Tinggi untuk Integrasi (HCI), yang merekomendasikan pelarangan simbol-simbol agama mencolok di kelas universitas, Valls mengatakan bahwa semua proposal HCI adalah usulan sepihak dari HCI.
“Ini masih merupakan pilihan yang sulit buat saya, karena di pihak politisi beraliran sayap kiri (komunis) menyatakan bahwa ide-ide dari HCI tentang pelarangan jilbab dapat diterima, tetapi hanya sebatas usulan,” kata Valls.
Valls membiarkan tahap ini adalah sebagai tahap pengenalan awal tentang sekularisme, Valls membiarkan beberapa politisi untuk berpendapat. “Saya tidak meremehkan analisis HCI, dan dua belas proposal yang menarik lainnya. Setidaknya, harus ada konsistensi dari semua pihak," kata dia.
"Hal ini harus dilakukan secara metodis dan mencari konsensus jika mungkin. Hal ini harus dilakukan, karena masalah ini sensitif,” kata Menteri Dalam Negeriitu menambahkan, dan dia tahu bahwa dia memiliki dukungan dari opini publik.
Hasil Survei
Menurut survei lefigaro.fr, delapan dari sepuluh orang Prancis mengatakan mereka benar-benar menentang penggunaan jilbab di kelas-kelas universitas.
"Sebuah oposisi serupa tentang masalah yang telah kita lihat selama ini," kata Jerome Fourquet, direktur departemen analisis publik dari lembaga survei Le Figaro.
Menurut Jerome pada Oktober 2012, di salah satu media di Prancis pernah mempublikasikan kartun Nabi, mereka menyatakan diri menentang sebanyak 89 persen atas pemakaian jilbab di sekolah umum. Sama dengan itu, menyambut peraturan hukum tanggal 15 Maret 2004 yang dikeluarkan oleh HCI yang melarang pemakaian tanda keagamaan oleh murid dan mahasiswa yang menampakkan suatu ikatan keagamaan di lingkungan akademik.
Lefigaro.fr memberikan sebuah angket ke publik berisi pertanyaan tentang perlunya undang-undang serupa berlaku di perusahaan swasta. Sekali lagi, harapan publik jelas. Pada bulan Maret 2013 ketika 84 persen responden yang disurvei oleh Ifop mengatakan menentang jilbab di tempat-tempat pribadi terbuka untuk umum.
Manuel Valls juga mempertimbangkan pendapat dari pihak legislatif, Valls menyebut apabila ada kekosongan hukum dalam menentukan posisi simbol-simbol agama ini, maka Valls berhak secepatnya menentukan peraturan darurat.
Harlem Desir, sekretaris pertama dari PS (Partai Sosialis), kemudian menjawab kegelisahan Valls ini dan menginginkan perpanjangan larangan jilbab di lembaga swasta namun menyediakan pelayanan ibadah publik. Dari pihak Ekstrim Kanan, Eric Ciotti dari UMP (Partai Pergerakan Massa Populer) mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan swasta pernah setuju dengan usulan tersebut pada bulan Juni 2013.
Anggota partai Sosialis Jean-Louis Bianco angkat suara, pada bulan Juni 2013, Bianco menyatakan bahwa sulit mencari jawaban dalam masalah simbol-simbol agama. “Hukum tidak menyelesaikan semua masalah,” kata Bianco.
Pada salah satu agenda sidang parlemen bulan Mei 2013, mencatat bahwa janji saat kampanye pemilihan Presiden François Hollande untuk melakukan pemisahan gereja dan negara dalam konstitusi tampaknya telah dilupakan, Bianco mengatakan akan sulit bagi François Hollande untuk berbicara masalah sekularisme.
Masalah Sensitif
Pada kesempatan lain, Dr. Dalil Boubaker selaku imam masjid agung Paris menjawab pertanyaan saat telewicara di sebuah stasiun televisi, BFMTV, tentang kekhawatiran Prancis yang masih diselimuti islamophobia. Boubaker mengatakan, semakin besar ketakutan dan mencari-cari perbedaan rasanya mustahil.
“Kenapa Prancis takut, rasa takut ini semakin menjadi-jadi, karena politisi hanya memfokuskan diri mencari-cari perbedaan. Saya membayar pajak kepada François Hollande (Presiden Prancis) yang saat kampanye dulu, saya sangat memuji beliau."
Mengenai pelarangan jilbab, Boubakeur berpendapat bahwa masalah simbol-simbol keagamaan memang masalah sensitif.
"Ini adalah debat terbuka sejak lama. Saya menerima ada pendapat dari beberapa orang bahwa pelarangan jilbab bukanlah suatu keharusan saat ini. Selain itu, hal itu akan menyebabkan stigma. Di universitas, mahasiswa dewasa, mereka adalah orang-orang yang memiliki kendali atas pikiran mereka. Lembaga-lembaga pendidikan akademis menilai bahwa itu tidak perlu. Saya menganggap wajar menerima praktik-praktik tertentu dari Islam," kata Boubaker. (lepoint.fr / lefigaro.fr/ bfmtv.com)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...