Mendikbud: Hati Orang Papua Tulus Terima Tamu
SORONG, SATUHARAPAN.COM – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan, menyebut hati orang Papua begitu tulus menerima kehadiran tamunya yang berkunjung ke wilayahnya.
“Orang Papua itu sangat ikhlas. Kalau kita datang dengan hati, mereka pun menerima dengan hati dan ini membawa harapan bagi masa depan bangsa,” kata Mendikud kepada Antara sesaat sebelum ke Bandara Sorong untuk kembali ke Jakarta.
Baswedan melakukan kunjungan sehari ke kota Sorong pada Rabu (5/8) untuk menyerahkan “Prof. Dr Aliyah Rasyid Baswedan Award” kepada sejumlah tokoh inspiratif di daerah itu, dan memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Sorong (UMS) serta menghadiri halalbihalal sekaligus pencanangan Papua tanah damai di Lapangan HBM yang disambut hangat masyarakat setempat.
Dalam halalbihalal di Lapangan HBM, Mendikbud didampingi ibundanya Ny Prof Dr Aliyah Rasyid Baswedan dan Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Daryanto, disambut meriah dengan tarian suku asli dan suku-suku pendatang yang berdomisili di Kota Sorong.
Ketika menjawab pertanyaan mengenai kemeriahan dan kehangatan penjemputan itu, juga suasana akrab penuh kekeluargaan saat dialog kebangsaan, Anies Baswedan mengatakan, hati orang Papua begitu tulus.
Saat didaulat untuk memberikan pandangan soal Papua tanah damai, Mendikbud meminta masyarakat untuk tidak mempersoalkan perbedaan karena perbedaan sudah ada ribuan tahun silam, bahkan peradaban manusia dibentuk dari perbedaan. Apalagi, tidak ada jaminan bahwa pekan depan perbedaan itu akan berakhir.
Dia mengatakan, tidak satu pun pasal dan ayat dalam konstitusi Indonesia menyebut-nyebut minoritas dan mayoritas. Artinya, bangsa ini didirikan tidak untuk kaum mayoritas, juga minoritas, tetapi untuk rakyat yang berbeda-beda agama, etnis dan bahasa.
Dari berbagai unsur pemersatu, Mendikbud menyebut bahasa sebagai faktor yang memiliki kekuatan perekat luar biasa. “Indonesia adalah satu-satunya bangsa yang sepakat untuk menggunakan bahasa persatuan sebelum merdeka yakni pada Sumpah Pemuda 1928,” katanya dan menambahkan, jika tidak ada bahasa persatuan masyarakat Papua pun mengalami kesulitan karena memiliki hampir 300 bahasa lokal.
Kehebatan bahasa ini juga berpengaruh pada upaya mengatasi konflik. Dia membandingkan dengan Uni Eropa yang memiliki 23 bahasa, sehingga setiap sidang masyarakat Eropa, penyelenggara harus menyiapkan penerjemah, sementara Indonesia sebagai negara di Asia dengan kebinekaan terbesar ke-empat setelah India, Afghanistan dan Papua New Guinea (PNG), mampu menyatukan bangsa ini hanya dengan satu bahasa yakni Bahasa Indonesia.
Dari empat negeri di Asia yang memiliki tingkat kebinekaan yang tinggi ini, kata dia, hanya Indonesia yang memiliki kebinekaan lintas pulau, sedangkan ketiga negeri lainnya memiliki kebinekaan dalam satu daratan.
Masyarakat di ujung paling timur Indonesia ini, menurut Mendikbud, menjadi bangsa Indonesia tanpa harus kehilangan ke-Papua-an dan kebinekaan harus dipandang sebagai fakta, bukan masalah.
Ketika memberikan kuliah umum di Kampus Universitas Muhammadiyah Sorong (UMS) dan menyerahkan “Prof DR Aliyah Rasyid Baswedan Award” kepada sejumlah tokoh, Mendikbud Anies Baswedan menyampaikan salam dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat berpamitan untuk melakukan kunjungan ke Papua Barat.
Ikuti berita kami di Facebook
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...